09. Sisi Lain

46 8 0
                                    

👋🏻👋🏻👋🏻

Sepulang sekolah, arga mengantarkan Rania sekalian motor Ringgam diantar oleh teman satu tongkrongannya. Untuk pertama kalinya, Rania datang ke rumah Ringgam. Kalau bukan karena ga enak, Rania pasti tidak akan jenguk Ringgam.

Awalnya Rania mengajak Arga untuk temani karena ini first-time Rania ke rumah Ringgam. Dengan mudah Arga menolak. Alasannya mau nongkrong, sempat badmood akan hal itu tapi ia tidak bisa memaksa orang.

"Seenggaknya anterin ke dalem kek," pinta Rania.

Beberapa teman Ringgam meminta agar Arga mengantarnya masuk ke rumah. Akhirnya Arga pun ikut masuk ke rumah Ringgam. Rasanya canggung sekali dan bingung harus apa setelah masuk ke rumah.

"Makasih ya," ujar Rania pada teman-teman Ringgam.

"Sama-sama Kak."

Rania langsung diantarkan ke kamar Ringgam. Dan terlihat disana ada Ringgam, Om Halim dan Bi Inah-pembantu keluarga Ringgam. Setelah mengantarkan Rania, Arga langsung pulang begitu saja.

"Halo Om." Rania salam kepada Om Halim dan tak lupa menyapa Bi Inah.

"Sini nak." Rania menghampiri Om Halim yang sedang duduk disebelah Ringgam.

"Sekarang keadaan Ringgam gimana Om? Tadi dia mimisan juga."

"Dia cuma kena bola aja, paling kata dokter efeknya cuma pusing udah itu pasti sembuh," jelas Om Halim.

"Alhamdulillah kalau gitu. Ringgam udah makan belum Om?" tanya Rania basa-basi dahulu.

Om Halim menjawab dengan gelengan kepala, "Dia susah banget kalau disuruh makan, lihat saja kurus terus ya Ran?"

Rania hanya tersenyum, sedangkan Ringgam diam dan menatap Papanya dengan tatapan tajam, mungkin Ringgam malu.

Om Halim mendapat telpon dari rekan kerja di perusahaannya. Sambil menunggu Om Halim, Rania mengajak ngobrol Ringgam. Bi inah sedang ke dapur, di kamar itu hanya ada Rania dan Ringgam. Keduanya saling menatap tanpa ada pembicaraan, rasa canggung adalah kata yang menggambarkan keadaan mereka saat ini.

"Igam, kalau lagi ada masalah jangan sampe gagal fokus ya, takutnya kejadian kayak gini keulang lagi." Seperti biasa, Rania yang mengajak ngobrol lebih dulu.

"Iya tenang aja. Gue udah mendingan kok."

"Jadi belajar matematikanya mau kapan?" tanya Rania.

"Kapan aja boleh, kalau lagi ga sibuk kasih tau aja."

"Bagus, bokap lo kerja terus ya?"

Ringgam tersenyum kecil, mungkin senyuman itu menandakan rasa sakit. "Iya, dia sibuk banget. Di rumah kalo ada hal urgent kayak tadi."

"Terus di rumah sendirian?"

"Ada bi Inah, itupun kalo ga balik kampung. Kenapa gitu?" Ringgam bertanya kembali.

"Enggak, soalnya gue ngerasa rumah ini sepi."

"Gue jarang di rumah, gue lebih suka di kantor." Dahi Rania mengerut, ia tidak mengerti arti kantor itu apa. Ringgam baru sadar, ia salah nyebut.

Rania Dan KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang