👋🏻👋🏻👋🏻
Berkaca di depan cermin berkali-kali membuat Ringgam berpikir bahwa dirinya adalah orang paling tampan sedunia. Dengan kaos berwarna putih dibalut kemeja berwarna cream dan celana coklat, perpaduan yang indah. Sekarang menunggu waktu untuk pergi menjemput Rania.
Setelah alarm berbunyi, ia bergegas menuruni anak tangga dan pamit pada Pa Halim. Sebagai seorang Ayah yang baik, beliau bertanya-tanya sebelum anaknya pergi. Melakukan hal yang jarang beliau lakukan.
“Kamu mau jalan sama cewek mana lagi?”
"Perasaan cuma Rania doang yang pernah Igam ajak, kenapa pertanyaan seolah-olah Igam banyak ceweknya."
Pa Halim menahan tawa niat menggoda malah jadi tersinggung beneran. “Bercanda kali. Berarti beneran mau jalan sama Rani ya.”
“Yoi, siapa lagi kalau bukan dia.” Jawaban Ringgam seperti anak yang sedang menyombongkan pacarnya.
“Kamu pacaran sama Rani?”
Dengan cepat Ringgam menggeleng, memberi alasan yang klasik anak zaman sekarang. “Enggaklah, mana ada igam pacaran sama Rani, kita berdua hanyalah teman.”
“Yakin nih? Kalau gitu papa kenalin dia sama anak temen papa.” Ide jahil beliau mulai muncul dan akan selalu Ringgam yang jadi bahan jahilnya.
Mendengar hal itu, Ringgam membantah dengan alasannya. “Rania mana mau sama yang lain. Papa juga baru kenal sama dia, jangan so akrab deh.” Secara tidak langsung ia tidak mau Rania bersama orang lain. Kadang feeling orang tua itu kuat, tau apa yang anaknya mau.
“Maulah, orang dia masih sendiri. Cewek tuh realistis, Gam.”
Topik yang dibahas membuat mood Ringgam jadi jelek, raut wajahnya sudah tidak bisa diajak bercanda. Ringgam langsung pamit lalu lari ke garasi melajukan kendaraa dengan kecepatan yang tinggi. Pa Halim hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan anaknya yang hampir mirip saat beliau masih muda. Memang benar, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya,
Sampai ke rumah Rania pun Ringgam masih dengan raut wajah yang sama. Ia mencoba menarik napas perlahan agar tidak ada pertanyaan sebab Rania selalu sadar akan perubahan sikapnya.
“Mau ketemu kakak gue kan." Belum sempat Ringgam mengetuk pintu, Evan sudah membuka pintu dan menyuruhnya masuk menunggu Rania keluar kemar.
“Thanks,” jawab singkatnya.
Evan menatap Ringgam dengan tatapan heran, tidak seperti biasanya Ringgam pendiam. Perasaan dirinya tidak membuat salah, tapi balasan Ringgam sangat membuatnya berpikir keras. Daripada memikirkan itu, Evan pergi menjauh memilih melanjutkan bermain game di kamarm
“Ayo,” ajak Rania tiba-tiba datang dari arah berlawanan Evan pergi bukan dari tangga.
“Nyokap lo mana?” tanya Riggam kasar, biasanya ‘Mama atau Tante’.
“Lagi ada ke rumah Vanya, udah gue bilang mau pergi sama lo,” balas Rania dengan baik karena ia tau kalau Ringgam sedang tidak baik-baik saja.
“Oke.”
Jujur Rania paling tidak suka kalau pergi sama orang yang moodnya lagi jelek, kadang bingung apa yang harus Rania dilakukan. Entah kenapa hari ini orang-orang lagi sensitif.
Perlahan mereka pergi dari halaman rumah, sepi rasanya ketika Ringgam tidak ngoceh di motor, Rania tidak suka diem-dieman, mencoba menanyakan keadaan Ringgam.
"Kenapa?"
“Siapa?”
“Lo pikir gue lagi ngomong sama siapa?” tanya Rania ngegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania Dan Kisah
TeenfikceSemua yang hadir dalam hidup hanyalah pelengkap. Namun, pelengkap itu bisa saja pergi dan datang kembali dalam waktu yang bersamaan. Ketika hati yang sudah berbalik dari sebelumnya harus beradaptasi kembali. "Gue, Razka dan Ringgam?" Siapa mereka...