👋🏻👋🏻👋🏻
Senja muncul dibalik awan-awan, sore itu mereka langsung pulang dari cafe dekat SMAGA. Wajahnya lebam akibat pukulan cowok di cafe tadi. Rania membopong Ringgam ke ruang tamu rumahnya, Rania sibuk mengobati luka di wajahnya.
Bi Inah sudah menyiapkan kotak p3k dan air es untuk kompres pipi Ringgam yang lebam itu. Dengan telaten Rania mengobatinya, perlahan agar Ringgam tidak kesakitan. Tetap saja ia meringis karena lebamnya juga lumayan.
"Tenang, bentar lagi beres kok."
"Nah kan gue bilang, anak SMA disana tuh agresif. Kayak ga ada maaf sedikit pun, padahal kan ga sengaja."
Rania menyesal merekomendasikan tempat itu. Dan akhirnya Ringgam jadi korban karena dirinya. Raut wajahnya memancarkan rasa menyesal.
"Maafin gue ya, andai tadi gue ga maksa buat disana. Mungkin lo ga akan gini," lirih Rania masih mengobati lebam di pipi Ringgam.
Ringgam tersenyum sambil mengacak-acak rambut indah Rania. "Santai aja kali, lagian gue udah biasa kek gini."
Jantung Rania berdetak kencang. Sambil menelan salivanya, Rania menangkis tangan Ringgam yang mengacak-acak rambutnya.
"Rambut biar gini tuh susah tau. Jarang-jarang gue di gerai gini biasanya ikat satu." Rania merapikan rambut dengan tangan dan poninya sedikit terangkat.
"Gitu doang marah, dasar cewek."
Ringgam kesakitan, luka lebamnya dipukul kecil. Kalau tidak ada luka, pukulan itu tidak terasa.
"Gue pukul lagi mau?" Rania melotot seperti seorang Ibu yang sedang memarahi anaknya.
Bukannya takut, Ringgam malah tertawa dan kembali mengejek Rania. "Lucu banget sih kakak kelas gue yang ini." Ringgam tidak puas jika Rania tidak marah-marah. Ringgam berulah lagi dengan mencubit pipi Rania.
Raut wajah Rania memperlihatkan bahwa ia geram dan bersiap-siap memukul Ringgam, tapi dengan cepat lari menjauh dari Rania.
Bantal kursi disebelahnya sudah siap melayang ke arahnya, namun Ringgam menghindar. Kedua kalinya ia berharap mengenai Ringgam sebab Ringgam berada di depan pintu tidak bisa menghindar lagi. Benar, bantal itu melayang dengan bagus tapi bukan mengenai Ringgam melainkan orang yang baru masuk ke rumah.
Rania menutup mulutnya sambil melotot. Ia kaget, ternyata salah sasaran.
"Om, maafin Rania." Rania menghampiri Papa Halim.
Ternyata bantal itu mengenai Pa Halim. Rania minta maaf terus menerus, sedangkan Ringgam tertawa puas melihatnya.
"Ada yang sakit enggak om?" tanya Rania merasa tidak enak.
"Enggak, santai aja. Lagian cuma bantal kursi saja."
"Aduh Rania jadi ga enak. Om liat anak om nyebelin banget."
Pa Halim menyuruh Ringgam untuk mendekat.
"Kamu ya, jahil terus sama Rani. Nanti mau Rani nya ga kesini lagi?" Pa Halim mencubit pelan lengan Ringgam.
Rania pun tertawa puas, ia mengejek Ringgam.
"Udah ya, Papa mau bersih-bersih dulu." Rania dan Ringgam mengangguk sebagai jawaban.
Sebelum Pa Halim pergi ke bersih-bersih, Rania pamit pulang dan kembali minta maaf atas apa yang terjadi barusan.
Perjalanan pulang, Rania cemberut. Ia masih kesal atas kelakuan Ringgam tadi. Sampai di gerbang rumah, Evan sudah stay disana. Mereka tidak tahu apa yang dilakukan Evan, seperti satpam yang takut masuk maling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania Dan Kisah
Teen FictionSemua yang hadir dalam hidup hanyalah pelengkap. Namun, pelengkap itu bisa saja pergi dan datang kembali dalam waktu yang bersamaan. Ketika hati yang sudah berbalik dari sebelumnya harus beradaptasi kembali. "Gue, Razka dan Ringgam?" Siapa mereka...