22. Kehidupan Ringgam

37 2 0
                                    

👋🏻👋🏻👋🏻

"Ini pembahasan kita udah selesai Om?"

"Belum."

"Ada apa lagi ya Om?"

"Saya langsung kasih tau aja ya_" Pa Halim menjeda ucapannya. Rania menunggu apa yang diucapkan Pa Halim. "Bantu saya agar Ringgam mau punya ibu baru."

Seketika perasaan Rania jadi campur aduk. Entah angin datang dari mana, Pa Halim tiba-tiba meminta tolong hal se-sensitif ini. Menurutnya ini privasi untuk keluarga saja, Rania hanyalah orang asing di dalam hidup Ringgam.

"Rani enggak bisa om, itu sensitif bagi Ringgam." 

"Tolong saya Rani. Kalaupun hasilnya nihil, tidak apa-apa, setidaknya kamu bisa bantu saya. Cuma kamu yang bisa buat Ringgam berubah."

Rania menahan diri untuk tidak menangis. Rasanya sulit. Jika ia di posisi Ringgam pasti tidak mau karena Pa Halim menikah lagi di umur Ringgam yang sudah mengerti semua hal. 

"Rania bingung harus jawab apa? Rani ga bisa bantu itu om. Rani ga bisa," katanya sambil bergetar.

"Rani, cuma kamu yang bisa bantu saya. Kamu mungkin harus tau lebih kenapa saya minta bantuan sama kamu."

Rania masih diam dan menatap Pa Halim. Air matanya sudah berada di ujung mata, ia masih mencoba untuk tidak menangis.

"Saya sendirian mengurus 3 anak dari Ringgam umur 9 tahun. Saya kerja keras untuk mereka, cuma mereka yang bikin saya semangat melanjutkan hidup. Dan kini, saatnya saya butuh pendamping untuk menikmati masa tua. Memang dulu saya pernah bilang sama Igam, kalau saya tidak akan nikah lagi. Tapi, Tuhan membolak-balikan hati manusia. Saya menemukan seseorang yang bisa membuat saya lebih percaya lagi tentang arti cinta."

"Memang mama igam kemana?"

"Selingkuh dan tidak akan pernah kembali. Saya merasa tidak ada harga dirinya ketika tau tentang itu." jawab Pa Halim yang membuat Rania ikut merasa sakit. Ia teringat dirinya, di posisi Pa Halim sakit sekali ditinggal tanpa alasan. Jadi single parent pasti susah, butuh pendamping untuk tetap hidup dan ingin menjalani masa tuanya.

Dunia serasa berhenti, ucapan yang pernah ia dengar dan sama persis. Hanya saja beda gender.

"Saya bersyukur kamu datang di kehidupan Igam. Sebenarnya dia itu pendiam dan pernah dirundung oleh kakak kelasnya. Tapi, setelah masuk SMARA dan ketemu kamu, dia berubah. Tetep bareng Igam ya, saya ga mau dia kehilangan orang spesialnya. Sekarang saya bisa lebih dekat sama dia, jadi anak tengah itu sulit Ran, dia ga ada sandaran apalagi saya terlalu sibuk dengan kerjaan."

Air mata tiba-tiba mengalir ke pipinya. Rania jadi menangis, ia tau apa yang dirasakan Ringgam karena hampir sama tapi beda alurnya saja.

Pa Halim membiarkan Rania menangis sambil berpikir. Pa Halim tau kalau Rania mudah tersentuh hatinya, maka ia minta. Tapi, kali ini air matanya tidak bisa dibendung lagi.

"Rania mau bantu, tapi" Rania menatap Pa Halim ada sorotan mata memohon, ia tidak mau memberi harapan lebih tapi di sini ia akan mencoba.

"Tapi apa Rani?"

"Rani ga bisa paksa Igam. Cuma bisa sedikit-sedikit ngebuat Igam menerima semuanya. Ga bisa secepat yang om kira karena Rani juga pernah mengalaminya, cuma beda alur aja."

Senyuman dibibir Pa Halim mulai mengembang. Rania tau menjadi single parent itu tidak mudah. Mama nya saja butuh pendamping untuk melanjutkan hidup dan kini Pa Halim juga butuh pendamping untuk menikmati masa tua nantinya.

"Jangan pernah cerita ini ke Igam ya. Saya percaya sama kamu."

"Rani malah takut malah mengecewakan Om sama Igam."

Rania Dan KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang