18. Evan Curhat

20 4 0
                                    

👋🏻👋🏻👋🏻
Happy reading all 💗


Angin pagi yang masuk ke setiap ventilasi rumah membuat hawa rumah terasa nyaman. Rasanya malas untuk keluar rumah saat itu. Namun, teriakan wanita separuh baya terdengar berkali-kali. Melihat anaknya belum duduk di meja makan, semakin suara tersebut terdengar nyaring.

"RANIA! EVAN! MASIH NGAPAIN."

Dari arah tangga dua orang berlari menuju meja makan agar tidak ada teriakan lagi. Mama Hau hanya bisa menggeleng melihat kedua anaknya berperilaku sebagai anak kecil lagi, susah bangun, lambat, dan terburu-buru mencerminkan mereka berdua waktu kecil.
Awalnya Mama Hau berniat untuk marah, melihat mereka seperti itu tidak jadi. 

"Mama enggak marah?"

"Enggak, emang mau mama marah?"

"Ya enggak dong." Mama Hau tertawa, Evan memang anak yang selalu bertanya ketika ada yang aneh, apalagi yang berhubungan dengan kakaknya.

"Kamu udah persiapan buat tour belum, kak?" tanya Mama Hau sambil ikut sarapan.

"Belum, baru kemarin list barang yang mau dibawa. Sore ini lagi di usahain buat belanja bareng Mika Lea."

Evan celetuk, "Gue ikut dong, ada yang mau gue beli nih."

"Bagus kamu ikut, biar ada yang jaga. Berangkatnya besok sore kan? Harusnya nanti udah beli keperluan itu." Sebagai seorang Ibu memang seharusnya selalu mengingatkan.

"Iya ma, nanti di sekolah bakal ngomong ke mereka. Ma, Rani langsung berangkat aja ya." Tak perlu waktu lama untuk sarapan, Rania memang bukan tipe yang lama makan.

"Kamu bawa motor sendiri?" Rania mengangguk. Ia rindu bawa motor sendiri ke sekolah.

"Tenang ma, Evan ada dibelakang kakak kok. Bakal aman pake banget."

Mama Hau menarik ujung bibirnya. "Ya udah, hati-hati ya jangan kebut-kebutan. Ga ada yang ketinggalan kan?"

"Enggak ma," jawab Evan dan Rania bersamaan.

"Berangkat dulu ya ma."

***

Setelah parkir, Rania menarik tangan Evan agar cepat masuk. Kedua sahabat Rania sudah menunggu, tadi pagi ia minta mereka untuk nunggu di dekat gerbang biar masuk kelasnya bareng. Seharusnya Evan tidak ikut, tapi ditarik kakaknya yang membuat ia pasrah.

"Lo ga kasian sama Evan, Ran?"

"Lah kenapa?"

"Lo tarik dia kenceng banget, ga sadar kah?"

Rania menoleh ke arah Evan, wajahnya pasrah sambil memegang pergelangan tangannya yang sakit akibat ditarik tadi.

"Evan, maafin gue."

"Santai aja." Evan tidak mau membuat kakaknya merasa bersalah. Walaupun pergelangan tangannya sakit, ia bisa meng-handle itu.

"Oke. Beli keperluan buat tour mau kapan?"

"Ngikut," jawab Lea dan Mika.

Telinga Evan muak dengan kata itu, kata yang sering cewek utarakan ketika ditanya. Padahal tinggal jawab yang bener tapi tetap saja jawabannya terserah atau ngikut.

"Pulang sekolah aja ga perlu balik dulu, bisa kan?"

"Bisa," jawab mereka bersamaan.

"Nah tinggal jawab bisanya kapan, jangan jawab terserah atau ngikut. Bikin pusing tau."

"HEH! DIEM KAU." Suara mereka bertiga membuat Evan shock. Ia tidak menyangka mereka akan seperti itu. Salah Evan menyenggol topik tersebut.

"Baiklah tuan putri, maafkan Evan. Btw beneran bisa ga?"

Rania Dan KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang