👋🏻👋🏻👋🏻
Sore ini dengan langit berwarna oren Evan memarkirkan motornya. Ia mengajak Rania ke mall terdekat dari sekolah.
Evan bicara santai dengan pandangan tetap lurus, mereka sudah berjalan cukup jauh dari pintj masuk dan menaiki tangga eskalator menuju lantai 3, yaitu food court.
Baru sampai di lantai 3, Rania pergi ke toilet dan minta adiknya untuk tidak kemana-mana. Nyatanya, keluar dari toilet Evan hilang entah kemana. Hampir lima menit mencari, Evan datang dari arah berlawanan Rania mencarinya.
"Evan, gue cariin ternyata disini." Tidak menjawab ucapan kakaknya, Evan malah memberikan paper bag coklat.
"Ini apa?" tanya Rania sebelum mengambil paper bag itu.
"Hadiah buat kakak tersayang."
"Wihh so sweet banget dah. Isinya apa ya?"
Perlahan Rania membuka paper bag itu, wajahnya langsung berseri setelah melihat isinya. Ia memeluk Evan saat itu juga tanpa memikirkan reaksi orang-orang disana. Paniknya Evan celingak-celinguk dan reflek menghempaskan pelukan kakaknya.
"Tempat umum anjir."
"Sorry, reflek."
Novel yang baru terbit dan Rania tunggu. Evan tahu sekali novel yang sedang kakaknya incar, padahal Rania tidak pernah cerita apa yang ia mau. Dalam paper bag itu tidak satu novel, melainkan tiga novel sekaligus.
"Makasih banyak. Atas dasar apa nih ngasih gue hadiah?"
"Harus ada alasan kah? Kalo enggak mau gue ambil lagi."
Mendengar itu, Rania memegang erat paper bag karena takut diambil lagi. Tadinya ia hanya sekedar tanya, bisa aja karena ada yang Evan butuh dari kakaknya. Baru kali ini Rania dan Evan bisa jalan bareng, biasanya mereka sibuk dan lebih tepatnya yang sibuk itu Rania.
"Makan dulu ya, Van," ajak Rania yang langsung menarik Evan ke food court.
"Gue yang pesen, lo yang nyari tempat duduk ya." Evan melangkahkan kakinya untuk pesan makanan.
Tak lama kemudian, pesanan datang tapi Evan sama sekali belum keliatan. Rasa khawatir mulai membara, mana ponsel Evan tidak dibawa.
Lalu, Rania berinsiatif bertanya pada pelayan disana, "Maaf kak, tadi yang pesen makanan kemana ya? Soalnya dia belum balik ke sini."
"Maaf kak saya kurang tahu." Raut wajah Rania langsung berubah, menghela napas panjang agar tidak kesal menunggu Evan. Ia kembali ngomel karena hari ini Evan sudah dua kali menghilang.
Sekitar lima belas menitan, Evan datang menghampiri meja dan bertanya kenapa wajah Rania cemberut. Evan heran kakaknya malah ngomel."Kemana aja? Udah dua kali gue nyariin lo, ngilang mulu deh kesel."
"Sorry. Gue ke toilet terus ketemu temen, biasalah ngobrol dulu," jelasnya. "Berarti lo khawatir nih sama gue." Evan malah menggoda Rania yang sedang cemberut.
"Diem! Lanjut makan aja, keburu dingin tuh."
Selesai makan, keduanya sama-sama diam. Evan malah memutar sendoknya sambil melamun, sedangkan Rania fokus pada ponselnya.
Setelah pesan makanan, Evan pergi ke toilet karena perutnya mules. Langkahnya terhenti ketika seseorang memanggilnya.
"Bang Azka, ngapain disini bang?" tanya Evan.
Mengingatkan kembali, bahwa Razka ialah teman satu tongkrongannya sekaligus orang yang sudah lama kakaknya sukai. Awalnya ia tidak percaya kalau Razka yang selama ini sering kumpul ialah crush kakaknya, ia selalu menyangkal hal itu. Tapi, semakin menyangkal semakin membuat Evan bingung harus bagaimana pada kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania Dan Kisah
Ficțiune adolescențiSemua yang hadir dalam hidup hanyalah pelengkap. Namun, pelengkap itu bisa saja pergi dan datang kembali dalam waktu yang bersamaan. Ketika hati yang sudah berbalik dari sebelumnya harus beradaptasi kembali. "Gue, Razka dan Ringgam?" Siapa mereka...