👋🏻👋🏻👋🏻
Happy reading 💗Tetep kayak gini ya, Ran
—Ringgam—Rania pulang minggu pukul 5 pagi. Ia di jemput Ayah Jaki, tadinya mau pulang naik grab tapi barang yang ia bawa lumayan banyak, jadi minta di jemput.
"Kak, beli oleh-oleh banyak banget buat siapa aja?" tanya Ayah Jaki yang terkejut dengan box berisi oleh-oleh saja.
"Buat temen Evan, soalnya Rani udah janji."
"Oh gitu, udah semua kan?"
Dengan mata tertutup Rania mengangguk. Di perjalanan pulang ia tidak banyak tidur karena merasa pusing dan alhasil sekarang ia ngantuk berat. Untung ia sedang halangan jadi pulang ke rumah bisa langsung istirahat.
Minggu pukul 2 siang Rania sudah segar. Ia menata oleh-oleh yang akan ia bagikan. Rania selalu sedia paper bag coklat untuk ulang tahun, kali ini paper bag akan ia isi dengan oleh-oleh. Ada banyak makanan dan souvernir yang ia beli untuk dibagikan ke keluarganya, Marvelus, sepupunya dan beberapa tetangganya. Rania selalu diajarkan kalau punya sesuatu yang lebih boleh diberikan sebagai tanpa memberi rasa bahagia.
Di tempat oleh-oleh sempat banyak berpikir, ia tidak tahu harus membeli apa. Sampai ia searching makanan khas Solo apa saja. Lalu beberapa souvernir yang dipajang di dekat jendela.
Rania menuruni anak tangga, lalu menghampiri keluarganya. Evam sedang merebahkan tubuhnya di sofa dekat televisi sambil bermain game dan kaki yang menumpang.
"Evan," panggil Rania.
"Oy," balasnya tanpa memperhatikan wajah.
"Lo dimana?"
"Ini di sofa." Rania menghampirinya memberikan paper bag coklat yang isinya berbeda dari yang lain khusus untuk adiknya.
"Wih ini buat gue? Banyak banget."
Rania tersenyum licik untuk menjahili adiknya itu. "Ya udah gue bawa lagi nih."
"Eh jangan." Evan langsung merampas kembali dua paper bag itu dan membawanya ke kamar meninggalkan Rania.
Baru beberapa anak tangga Evan naiki, ia membalikkan badan dan teriak. "Makasih kak, jujur ya tiga hari lo ga di rumah bikin gue ngerasa sendiri." Baru saja Rania ingin membalas ucapannya, Evan sudah menghilang, rasa gengsinya tinggi juga.
Senyuman Rania melebar, rasanya baru kali ini Evan bicara seperti itu. Sebuah keajaiban, Evan menghilangkan rasa gengsi pada kakaknya itu.
Rania lari ke kamar Evan, ia baru ingat maksud dari memberi oleh-oleh langsung karena ingin diantar ke kantor.
"Evan." Pintu kamar Evan terbuka lebar, belum sempat Evan menutupnya.
"Kenapa?"
"Cie kangen gue nih."
"Pergi deh kalau mau ngeledek." Evan mendorong paksa kakaknya untuk keluar kamar.
"Eh enggak, gue mau minta tolong." Seketika Evan berhenti, mereka jadi berdiri di depan pintu kamar Evan.
"Apa kabar gue yang dulu kangen banget tapi ga bisa ketemu."
Evan merangkul kakaknya sambil bilang, "Kan sekarang udah bareng, jadi lo ga perlu sedih. Ya kalo kemarin kan beda ceritanya bodoh," jawab Evan dan ia dapat hadiah karena bicara 'bodoh' yaitu cubitan di pinggang.
"Mau minta tolong apa sih tadi?"
"Nanti sore anter ke tempat nongkrong lo ya, mau ngasih oleh-oleh buat mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania Dan Kisah
Ficção AdolescenteSemua yang hadir dalam hidup hanyalah pelengkap. Namun, pelengkap itu bisa saja pergi dan datang kembali dalam waktu yang bersamaan. Ketika hati yang sudah berbalik dari sebelumnya harus beradaptasi kembali. "Gue, Razka dan Ringgam?" Siapa mereka...