11 : Sanding Balik

7.5K 469 2
                                    

Tandai jika menemukan typo.

Dua bulan setelah kami menikah, akhirnya acara sanding balik dilakukan juga. Ibuk bersikeras untuk mengadakan di Hotel, Mas Emir tadi nya menolak agar dilakukan di rumah saja dan sederhana, tapi apa mau dikata ketika Ibuk mengatakan ini sekali seumur hidup. Aku sendiri hanya diam dan ikut saja.

Seminggu ini Mas Emir sangat sibuk dengan pekerjaan, katanya akan ada penawaran, jadi dia dan team harus kerja ekstra. Kegiatanku selama dua bulan belakangan hanya mengajar, kadang ke rumah Ibuk atau Bunda. Bunda atau Ibuk juga beberapa kali datang berkunjung ke rumah kami.

Terhitung sudah sebulan kami melakukan hubungan suami istri, aku juga belum ada tanda-tanda. Kami tidak menunda, selama ini kami tidak menggunakan pengaman apapun. Mas Emir pun tidak pernah menuntut yang macam-macam, sedikasi nya saja. Katanya yang kita lakukan hanya berusaha dan berdoa. Dikasi cepat Alhamdulillah dikasi telat ya coba lagi sampai berhasil.

Bunda dan Ibuk juga tidak pernah menyinggung kami soal anak. Tadi nya aku juga tidak ambil pusing dengan masalah ini tapi setelah mendapat kabar dari Abang di grup keluarga, kalau Kak Hikma sedang hamil membuatku kepikiran. Kami memang belum kedokter karena usia pernikahan kami juga baru dua bulan. Nanti —kata Mas Emir kalau pernikahan sudah masuk tiga tahun keatas.

Persiapan sanding balik pun sudah hampir 100% dan semua di urus sama Ibuk. Pernah aku berniat ingin membantu tapi ditolak sama Ibuk. Acara memang masih dua hari lagi, tapi seminggu ini kami sudah menginap di rumah Ibuk biar sekali jalan nantinya kalau mau ke hotel.

Mas Emir pulang pukul sepuluh malam, tadi dia memang sudah mengirimiku pesan kalau pulang terlambat.

"Mas mau makan atau mandi dulu?" tanyaku seperti biasa.

"Mandi dulu, Na. Kamu siapin makanan saja," ucapnya sambil mencium singkat pipiku dan berlalu ke kamar mandi.

Kalau kebanyakan suami akan meletakkan handuk basah di kasur, mengambil baju berantakan atau mencampur baju kotor dengan baju bersih, tidak dengan Mas Emir. Dia begitu rapi dan teratur, malahan aku yang berantakan. Sudah terbiasa waktu masih gadis membuatku belajar begitu ekstra agar terlihat rapi di depan Mas Emir.

Pernah waktu itu, aku sedang keramas dan ingin mengeringkan rambut menggunakan hairdryer, handuk di kepala aku lempar asal diatas kasur dan fokus mengeringkan rambut. Mas Emir masuk kamar dan langsung mengambil handuk dan meletakkan di jemuran.

Pernah juga waktu mau mengambil baju, aku sudah berusaha agar tidak berantakan, tapi gagal. Mas Emir mencontohkan kepadaku caranya tapi tetap saja tidak berhasil. Andai dulu aku mendengarkan kata Bunda untuk mulai belajar rapi dalam melakukan segala hal pasti tidak akan seperti ini. Aku juga mau mengomeli suami masalah handuk basah seperti istri-istri diluaran sana.

Mas Emir muncul dengan baju kaos putih dan sarung. Aku perhatikan setelah berkunjung ke rumah Bunda dua minggu lalu, Mas Emir sering tidur memakai sarung. Persis bapak-bapak komplek. Aku belum bertanya kenapa, selagi dia nyaman ya tidak masalah. Tapi satu keuntungan dia memakai sarung, kegiatan ranjang kami juga terasa lebih mudah dan cepat.

"Tadi Ibuk masak gulai salai patin sama sayur paku, ikan bawal bakar, tahu tempe goreng bumbu sama tumis tauge buatan Nana. Mas mau yang mana?" Jelasku mengenai menu makan malam kami.

"Mas mau gulai salai sama tumis tauge saja, Na. Nasi nya dikit saja ya nanti kekenyangan susah tidur"

"Segini cukup?" tunjukku kearah Mas Emir.

"Cukup," balas nya.

Mas Emir makan dengan lahap seperti biasa, aku hanya mengambil nasi, tumis tauge dan sambal. Tadi aku sudah makan malam sama Ibuk, Kak Fiona dan Ghani, tapi sedikit. Sekarang pun porsi makanku juga sedikit, hanya tauge yang mendominasi.

Suri Hati Mas EmirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang