“Mas, nanti mau Nana masakkan apa?”
“Apa ya?” Mas Emir nampak berpikir, bertopang dagu, “Kamu bisa buat urap nggak, Na?”
“Buat belum pernah, tapi Nana tahu bahan-bahannya. Mas mau itu?”
“Iya, kepengen dari kemarin.”
“Seperti orang ngidam aja,” celetukku.
Mas Emir hanya tertawa, melanjutkan menimang Mochi. Subuh ini Mas Emir tidak lari pagi, malas katanya. Sedangkan aku masih betah bergelung dalam selimut.
“Mas.”
“Iya, kenapa?”
“Kalau Nana nggak bisa hamil lagi, bagaimana?” tanyaku. Dari tadi memang ini yang menghantui pikiranku. Setelah kedatangan tamu bulanan tadi subuh, aku sedikit overthinking. Takut jika aku tidak bisa hamil kembali.
“Nggak boleh pesimis gitu, kita masih belum di beri kepercayaan. Lagian kita juga belum setahun menikah, jadi nikmati saja dulu.”
“Kan Nana nanya, K-A-L-A-U.” Aku sedikit menekankan kata terakhir, kesal.
Mas Emir melepaskan Mochi dan mendekat, “kamu kalau lagi halangan rese ya, Na. Semua hal dipikirin.”
“Nana kan cuma nanya, Mas. Jaga-jaga.”
“Jaga-jaga apa?”
Aku melipat bibir masuk ke dalam, “Mana tahu Mas mau nikah lagi...”
Tuk!!
Mas Emir menjentikkan tangannya di keningku, “Kemarin meninggal, sekarang nggak punya anak, besok apa lagi sih, Na. Random banget jadi orang.”
Iya juga ya. Aku baru ingat kalau kemarin aku nangis-nangis cuma ngebayangin Mas Emir menikah lagi kalau aku meninggal. Tapi masalah yang ini kan nggak sepele, penting bagi kelangsungan rumah tangga kami.
“Lupain aja yang meninggal itu Mas. Sekarang Nana serius, kalau Nana nggak bisa hamil lagi, gimana?”
“Kamu siapa yang bilang nggak bisa, kalau Allah bilangnya bisa.”
Aku mencubit halus perut Mas Emir. Kesal dengar jawabannya. Aku memang tahu kalau itu, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
“Anggap lah Allah sudah menggariskan kalau Nana nggak bisa punya anak, Mas gimana.”
Tukk!!
Sekali lagi keningku jadi korban. Yang kedua ini sakit. Sepertinya Mas Emir punya dendam terselubung.
“Itu kamu ngedo'ain diri sendiri, Na. Nggak boleh! Mas nggak suka dengarnya. Nggak usah bahas yang aneh-aneh lagi.”
“Ya nggak gitu....”
“Kalau kamu mau jawabannya Mas apa, oke. Mas itu nikah sama kamu buat ibadah, punya anak Alhamdulillah, nggak punya, berarti nggak rezeki kita. Sebelum divonis seperti ucapan kamu tadi, kita masih bisa berusaha, konsultasi ke dokter, program bayi, dan segala macam. Kita menikah belum sampai setahun, tetapi pikiran kamu sudah kemana-mana. Lagian Mas dan keluarga kita juga nggak nuntut apa-apa, sedikasihnya saja.”
“Nana cuma takut, kalau nanti Nana nggak bisa hamil lagi.”
“Buang ketakutan tak berdasar itu, Na. Jangan mikirin yang aneh-aneh lagi, nanti di samperin setan baru tahu. Setan itu suka sama modelan begini, nih. Overthinking kemana-mana.”
“Mas samain Nana dengan setan?”
“Nggak, mana ada setan cantik begini.”
“Tuh kan! Nana ngambek! Nggak mau masak urap!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Suri Hati Mas Emir
RomanceReana pikir menikah karena di jodohkan itu hanya ada di cerita Wattpad yang sering dia baca, nyatanya di usia 27 tahun Reana harus menerima kenyataan bahwa apa yang biasa dia baca terjadi di kehidupan nyata. Menikah karena di jodohkan dengan laki-la...