30: Sosok Dari Masa Lalu

3.6K 404 16
                                    

Karena kejadian hujan-hujanan kemarin, aku jadi terserang flu. Terhitung sudah tiga hari aku libur mengajar, berdiam diri di rumah. Selama aku libur, Mas Emir sebisa mungkin membalas pesanku di sela kesibukannya, agar kejadian kemarin tidak terulang lagi.

“Chi... mau seblak.” Aku menatap Mochi yang sedang bermain dengan tali plastik.

“Suruh Amir beli atau kita pesan, Chi?” Sekali lagi aku bertanya kepada Mochi yang masih asyik dengan tali plastik.

“Kita pesan saja 'ya, biar cepat.” Setelahnya aku mengambil HP dan memesan di aplikasi.

'gwidyatama mulai mengikuti anda.'

Satu notif Instagram masuk selagi aku memilih seblak mana yang akan aku pesan. Username-nya tidak asing bagiku. Berusaha berpikir positif, aku mulai membuka aplikasi Instagram dan melihat profil tersebut. Ternyata memang iya, itu dia.

Gery Widyatama—mantan satu-satunya yang aku punya. Kami berpacaran dikelas dua SMA. Dia anak IPA dan aku anak IPS. Hubungan kami berjalan sampai kuliah semester tiga, kami beda kampus tapi masih satu kota.

Gery yang menjadi alasan aku menutup diri untuk laki-laki manapun sebelum Mas Emir datang. Kami putus karena kurangnya komunikasi. Gery yang waktu itu mulai aktif di organisasi kampus jadi sulit untuk dihubungi walau sekedar memberi pesan singkat. Aku yang sudah terbiasa berkirim pesan dan telponan menjadi naik pitam. Tepatnya saat Gery mengirimi ucapan selamat ulang tahun padahal sudah lewat dua hari. Dengan alasan yang sama-sibuk.

Malam itu, aku mengeluarkan segala unek-unek yang aku pendam, tidak ada satupun yang tertinggal. Aku pikir ancaman putus yang sering aku ucapkan ketika kami bertengkar akan Gery hiraukan, tapi nyatanya tidak. Gery dengan cepat mengiyakan ajakan putus yang aku ucap dan seketika, malam itu semua akses kami terputus. Gery memblokir kontak, akun sosial media dan semua yang berhubungan denganku. Kenapa aku tahu? Itulah wanita. Disaat menangisi hubungan kami yang kandas, aku masih sempat mengecek semua sosial media Gery dan seketika namaku sudah terhapus dari bio IG, Twitter dan Facebook. Aku diblokir malam itu juga.

Menangisi Gery semalam suntuk dan gagal move-on bertahun-tahun. Itulah yang aku lakukan sebelum Mas Emir datang. Bodoh? Bucin? Atau apalah namanya itu, wajar disematkan kepadaku beberapa tahun silam.

Sejak malam itu, Gery hilang bak ditelan bumi. Semua jejak dan sosial medianya pun tidak bisa aku temui lagi.

Sekarang, disaat aku sudah bahagia dan lupa seratus persen, kenapa Gery malah datang. Mau apa coba dia.

Akun nya terkunci, sama sepertiku. Tapi ada yang menarik perhatianku adalah alamat web yang terpampang di bio nya dan juga tulisan Arsitek.

Widyatamaresidence.com.

Setahu dan seingatku, Gery dulu mengambil jurusan hukum sesuai yang tertera di pengumuman SNMPTN. Tapi kenapa berubah menjadi Arsitek begini. Sejak kapan kuliah hukum dapat gelar Arsitek. Gery memang memiliki cita-cita menjadi seorang Arsitek, karena paksaan dan dorongan dariku, akhirnya Gery memilih hukum.

'Mas Emir 💚 memanggil'

“Wa'alaikumsalam. Iya Mas?”

“Sudah mendingan, kenapa Mas?”

“Nanti malam?”

“Oke. Nana siap-siap dulu. Hati-hati Mas. Wa'alaikumsalam.”

Aku meletakkan HP begitu panggilan terputus. Seblak pun tinggal kenangan. Mas Emir mengabari kalau nanti sehabis Maghrib, kami ada undangan makan malam, maka nya dia meneleponku agar bisa siap-siap sekarang.

Aku lupa menanyakan acara makan malam seperti apa, jadi aku bingung mau menyesuaikan baju seperti apa. Gamis sudah pasti, tapi model dan warnanya itu yang belum tahu. Takut nanti salah kostum pula.

Suri Hati Mas EmirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang