Yang Tersakiti

200 60 12
                                    

Di dalam lab terlihat Baretha sedang mencoba berkali-kali memasukkan sandi handphonenya tapi terus saja gagal.

Setelah malam itu Baretha memberitahukan pada Leo bahwa ingatannya sudah kembali, handphone yang menjadi bukti terakhir dari insiden kecelakaan Baretha pun diberikan Leo pada Baretha.

Tapi Baretha tidak ingat berapa sandi handphonenya itu, jika Baretha bisa membuka sandi handphone itu maka Baretha bisa menemukan bukti dari insiden kecelakaan yang menimpa dirinya.

"Gue harus ketemu sama Rafa." Ujar Baretha sembari melepakan jas putih dokternya dan berjalan kelurar dari lab.

Baretha berjalan menuju mobilnya terparkir, tapi saat Baretha berjalan tiba-tiba tangan Baretha di cekal dan sontak Baretha berbalik ke belakang.

"Bara?! Kamu-" ucapan Baretha terhenti saat tubuh Baretha di tarik ke dalam pelukannya.

Bara memeluk dan mengelus kepala Baretha dengan lembut. Tangan Baretha hendak membalas pelukan Bara tapi Baretha teringat dengan kebohongan yang dilakukan oleh Bara padanya membuat Baretha mengurungkan niatnya.

"Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu mengalami kecelakaan Baretha? Aku khawatir sama keadaan kamu." Bara mengurai pelukannya dan menatap Baretha dengan tatapan lembut.

"Aku hanya mengalami kecelakaan kecil Bara, jangan khawatir." Barethe hanya membalas dengan senyuman tipis.

"Tapi setidaknya kasih tau aku Retha. Aku nggak mau liat kamu terluka lagi." Bara menangkup pipi Baretha dengan sentuhan yang lembut.

"Tapi kamu sendiri yang buat aku terluka Bara. Di saat aku membutuhkan kepercayaan kamu, tapi kamu malah tidak mempercayai aku. Itu sangat menyakitkan Bara." Ucap batin Baretha yang sangat terluka.

"I'm fine. But if i get hurt what will you do?." Tanya Baretha.

"If you get hurt, I feel the pain too. My heart will hurt if I see your tears come out."  Bara mencium kening Baretha dan mengelus kepala Baretha penuh kasih sayang.

Hati Baretha seketika berdebar keras saat mendengar ucapan Bara yang terasa sangat tulus. Tapi ucapan Yura membuat Baretha kembali tersadar bahwa dirinya dan Bara itu hanyalah ilusi semata.

Kemudian Bara menarik pelan tangan Bara menuju motornya terparkir, setelah itu Bara memasangkan helm ke kepala Baretha dan membuat Baretha kebingungan.

"Mau kemana?" Tanya Baretha polos.

"Aku mau antar kamu ke rumah Ratu. Kemaren kamu nggak jadikan ke rumah dia, jadi hari ini aku yang nganter kamu ke rumaha dia." Ucap Bara.

"Terus kamu kuliah gimana?"

"Habis nganter kamu aku balik lagi ke kampus. Nanti sore baru aku jemput lagi. Nggak papa kan?"

"Iya, nggak papa. Asal kamu jangan sampai bolos aja."

"Iya." Bara tersenyum manis mendengar Baretha yang peduli dengannya.

"Ayo kita berangkat, nanti kamu tambah telat." Baretha segera naik ke atas motor di belakang Bara sembari memeluk perutnya.

Bara pun tersenyum dan langsung mengendarai motornya menuju rumah Ratu. Tapi Baretha hanya diam saat Bara mengelus tangannya yang berada di perur Bara.

"Bara, apa ada yang mau kamu sampaikan ke aku?" Tanya Baretha dan berharap Bara menghentikan kebohongan ini.

"Nggak ada Retha." Jawaban Bara membuat Baretha tersenyum tipis.

"Kenapa?"

"Nggak ada, aku cuman nanya aja."

"Beneran?"

BAR-BAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang