Tetesan Embun

178 49 3
                                    

2 Bulan Kemudian

"Bagaimana keadaan Baretha?" Tanya Bara di telpon dengan Aslan.

"Kabar yang gue tau dari Elvano, keadaan Baretha mulai stabil meskipun Baretha terkadang masih melukai tangannya." Ujar Aslan dan Bara pun menghela nafas berat.

"Hmm...setidaknya gue sedikit lega tau keadaan dia mulai stabil. Kalau ada kabar tentang Baretha apapun langsung kabarin gue."

"Oke. Bar, kapan lo balik ke Jakarta?"

"Kenapa?"

"Lo lupa kalau Aldi mau tunangan sama Salju?"

"Liat nanti, gue bisa aja balik sendiri. Kalau gitu gue tutup."

"Tapi Bara-" Aslan belum selesai berbicara, Bara sudah lebih dulu memutuskan panggilan itu.

Setelah itu Bara berjalan keluar dari kampusnya, dan saat Bara berjalan sebuah mobil mengklakson dirinya. Mobil itu membuka kaca mobilnya dan memperlihatkan sosok Senja.

Senja menjemput Bara, Bara menghela nafas dan kemudian Bara masuk ke dalam mobil itu tanpa banyak bicara. Wajah Senja yang melihat hal itu pun menjadi murung.

Senja tau bahwa Bara masih marah padanya dan Hendra. Senja tidak mempermasalahkan hal itu karena itu semua memang kesalahan dirinya dan Hendra yang menyembunyikan kebenaran yang menghilangkan kebahagian Baretha.

Kemudian Senja mengendarai mobilnya menuju cafe untuk makan berdua dengan putra kesayangannya itu. Hingga tidak membutuhkan waktu yang lama mereka akhirnya sampai.

"Kenapa kita ke sini?" Tanya Bara.

"Bunda hanya ingin minum kopi bersama putra bunda." Senja tersenyum pada Bara.

Setelah itu mereka berdua pun masuk ke dalam cafe itu. Bara duduk di tempat yang cukup jauh dari orang-orang, sedangkan Senja pergi memesan minuman.

Setelah beberapa menit kemudian Senja menghampiri Bara dengan membawa pesanannya itu. Bara menatap sekilas ke arah Senja sebelum kembali fokus ke handphonenya.

"Bagaimana kuliah kamu Bara?" Senja tersenyum hangat pada Bara.

"Baik dan berjalan lancar, satu bulan lagi pertukaran mahasiswa akan segera selesai." Jawab Bara.

"Syukurlah, kalau begitu kamu akan segera kembali bertemu dengan Baretha."

"..."

"Kenapa kamu diam Bara?"

"Bunda, apa menurut bunda ini adalah hukuman ku? Kenapa Baretha harus menderita seperti ini?"

"Kenapa kamu berbicara seperti itu Bara?"

"Aku hanya saja..." ucapan Bara terhenti dengan mengepal kedua tangannya.

Senja yang paham dengan apa yang ingin dibicarakan oleh Bara, Senja menghela nafas dan kemudian Senja menggenggam tangan putranya itu.

"Apa kamu mengkhawatirkan keadaan Baretha?" Senja menatap Bara dengan tatapan lembut.

"Bunda, apa Baretha bisa sembuh. Aku tidak ingin kehilangan Baretha. Aku sudah sangat menyakitinya, tapi apa Tuhan sangat marah padaku karena itu."

"Baretha akan sembuh Bara, Tuhan tidak akan menghukum orang yang baik. Baretha adalah anak yang baik dan bunda tau itu."

"Tapi karena Bara, Baretha harus mendapatkan luka trauma seperti ini."

"Ini bukan salah kamu Bara, tapi terkadang Tuhan akan memberikan cobaan pada umatnya untuk menempa mereka menjadi kuat."

"Aku tidak ingin Baretha seperti tetesan embun yang hanya muncul di pagi buta, tapi aku ingin Baretha bersinar seperti matahari." Bara menatap gantungan handphone yang menjadi hadiah Baretha untuknya.

BAR-BAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang