"Baretha, apa kamu ingin bertemu dengan Ratu?" Bara bertanya untuk memastikan keputusan Baretha untuk menemui Ratu.
"Iya Bara. Semenjak aku ke makam Zea, aku mulai mengingat tentang masa lalu ku. Maka dari itu aku harus menemui Ratu, yaitu sahabat ku sendiri." Baretha sangat ingin menemui Ratu.
"Jika itu membuatmu sakit maka jangan dipaksakan, aku tidak ingin membuatmu lebih menderita Baretha."
"Tidak Bara, ini adalah kemauan ku sendiri. Tapi ada satu hal yang ingin aku tanyakan sama kamu."
"Apa?" Baretha menatap Bara dengan serius.
Sekarang mereka berdua sedang berada di ruangan otopsi yaitu tempat Baretha bekerja. Suasana mereka pun menjadi sangat dingin.
Bara menatap Baretha dengan penuh tanya, entah kenapa Bara merasa Baretha sedikit berbeda setelah dari toko roti kemaren.
"Bara apa kamu hanya kasihan padaku? Apa kamu bersimpati padaku karena aku kehilangan ingatanku?" Bara terkejut dengan ucapan Baretha.
Bara tidak menduga bahwa Baretha meragukan ketulusannya. Bara merasa sangat sedih mendengar ucapan Baretha itu. Tapi Bara bingung bagaimana bisa Baretha bisa memiliki dugaan seperti itu kalau tidak ada pemicunya.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu Baretha? Apa aku melakukan kesalahan?" Bara mencoba berbicara dengan lembut untuk memastikan kenapa Baretha menanyakan hal itu.
"Nggak Bara, aku hanya ingin bertanya. Maaf, kalau pertanyaan aku buat kamu tersinggung. Dua hari ini aku merasa sangat lelah jadi pikiran ku kacau." Ucap Baretha dengan berbohong.
"Benaran? Kamu nggak bohongkan?" Tanya Bara memastikan.
"Iya Bara, aku bertanya itu hanya mau tau seberapa suka kamu sama aku."
"Aku benar-benar sayang sama kamu Baretha, meski jika dihitung rasa sayang itu masih besar rasa sayang kamu dari pada milikku." Bara tersenyum sembari mengusap pelan mata Baretha.
Baretha menatap Bara, tapi Baretha tidak melihat sorot mata kebohongan di mata Bara. Dirinya malah menemukan sorot mata lembut yang penuh kasih sayang.
Kemudian Bara mendekatkan wajahnya pada wajah Baretha hingga menciptakan jarak tinggal beberapa senti saja. Deru napas Baretha yang gugup pun terdengar jelas di telinga Bara.
Baretha yang gugup langsung menutup matanya dan hal itu membuat Bara tersenyum kecil. Setelah itu Bara semakin mengikiskan jarak antar mereka berdua hingga Bara mencium lembut kening Baretha.
Sontak Baretha membuka kedua matanya dan Bara pun tertawa kecil dan mencubit pipi Baretha gemas.
"Kenapa nutup mata?" Tanya Bara dengan senyum mengejek.
"Karena ka-"
"Aku belum bisa nyentuh ini, karena aku sangat menghormatimu sebagai perempuan Baretha." Ucapan Bara sambil menyentuh bibir Baretha hingga membuat wajah Baretha menjadi merah padam karena malu.
Bara mengusap kepala Baretha lembut dan tersenyum tulus. Kemudian tiba-tiba handphonenya berdering.
Bara pun segera mengambil handphonenya dan mengangkat panggilan dari Elvano. Baretha hanya diam melihat Bara diam ketika mengangkat panggilan dari Elvano.
"Kenapa? Apa ada masalah?" Tanya Baretha khawatir yang melihat wajah tegang Bara ketika memutuskan panggilan itu.
"Nggak ada, tapi Elvano ada di luar buat jemput aku. Ada yang aku urus di markas BARAGAN. Apa kamu bisa pulang sendiri pakai mobil aku?" Ujar Bara.
"Iya nggak papa, aku bisa pulang sendiri kok. Kamu jangan khawatir, kamu pergi aja sama Elvano."
"Beneran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BAR-BAR [END]
أدب المراهقينBara Adiwijaya adalah orang yang berhati dingin jika bukan dengan orang terdekatnya. Bara yang selalu membantu permasalah dalam geng temannya harus terlibat dengan sosok Baretha Anatasya yaitu orang yang selalu dia ingin hindari. Bara sangat tidak s...