04 | Night and Day.
"Kadang takdir itu mendekatimu dengan menyamar sebagai kebutulan."
~o0o~
"Lo paham ga sih, Ar??"
Aruna diam, "Peka!! Dari tatapannya dia--, dari cara dia bicara--, Dari dia yang selalu senang kalo ada lo disini!"
"Tapi Maatt--"
"Apa perlu gue berantem dulu sama dia baru lo percaya kalo teman itu ga ada yang murni kalo antara cewe dan cowo??"
"Maat, lo capek--"
"Iya gue capek, capek ngasih tau kalo gue ga suka dan lo tetep di posisi lo sekarang!"
"Mat?? Lo sadar ga? Dari tadi lo bentak gue..."
Rahmat diam dan membuang muka.
Aruna diam, dia tahu orang yang ada dihadapnya bukan harus di balas dengan marah juga, "Udah malam, gue balik rumah dulu..."
"Naik mobil,"
Rahmat mendahuli Aruna menuju parkiran yang tak jauh dari tempat mereka bertengkar.
Sepanjang jalan keduanya tidak ingin melakukan apapun, membiarkan semuanya diam.
Karna Aruna tahu, Rahmat marah? Lebih baik kau diam. Karna dia akan baikan dengan sendirinya.
Aruna pernah membantah, dan apa? Rahmat mendiamkannya selama 2 minggu.
Jika yang harusnya melakukan itu adalah pihak Cewe karna memang pada normalnya begitu kan?
Aruna memikirkan permintaan Rahmat.
Rasanya tidak adil saja jika dia tetap pada posisi menganggap dia dengan Saut hanya teman, ya dia memang menganggap mereka hanya teman, tapi Saut?
Mungkin saja Rahmat mengatakan itu karena dia sebagai sudut pandang laki-laki.
Aruna melihat Rahmat yang sedang fokus menyetir, wajahnya sudah baik-baik saja, apakah sudah saatnya dia bilang?
Namun entah apa, Aruna malah kembali menatap jendela dan tertidur.
****
"Ciuhhh," Entah untuk keberapa kalinya Aruna meludah geram dengan layar ponsel didepan matanya.
Tak ada satu pun pesan dari Rahmat. Apakah dia benar-benar marah?
Aruna kembali menginggat perdebatan tadi. Tak lupa dengan aksi Rahmat dengan tega menurunkannya.
"Astagaa!! Untung aja gue ga bilang keputusan gue kalo ga? bisa aja dia besar kepala terus tambah bossy sama gue!!"
Aruna menunjuk-nunjuk boneka boba pemberian mamanya saat ulang tahunnya kemarin.
"Akkkhhhhh!!!!! SIALAN!! RAHMAT TAIII!" Dengan berhayal jika yang dipukulinya adalah Rahmat Aruna mengkerahkan sisa tenaganya.
Tok.. tok... tok...
Ketukan pintu itu membuat Aruna menghentikan aktifitasnya, "Are you Okay dud?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Melancholia
FanfictionMenyatukan dua kepala dalam satu hubungan adalah hal yang sulit untuk yang pertama kalinya merasakan. Sering bertengkar padahal saling merindu, sesulit itu untuk mengatakan perasaan untuk dua kepala ini. Pada akhirnya hal itu terlalu sering terjadi...