12 | Kertas dan tawa.
"Tuhan, izinkan Ku tuk mengubah, meskipun itu tak mungkin. Karna aku akui, Aku kalah dalam takdir cintai kali ini,"
~o0o~
Perpustakaan sekolah.
"Stt...-" Aruna memanggil lelaki disebelahnya, Bagas.
Bagas mengoleh tanya, "Pinjemin gue pulpen dong,"
Jangan tanya, Aruna melakukan itu karna bisikan iblis sahabatnya, Sagita.
1 jam yang lalu...
Barisan berbaris pas upacara membuat Aruna harus ada didepan.
Hari ini petugas upacara adalah kelas sebelahnya, Alias kelas Bagas.
Sagita yang berada dibelakang Aruna menyadari jika ada sepasang mata menatap terus menerus pada sahabatnya yang ada didepannya, Aruna.
"Ar!" Aruna yang tengah diam melihat para anak-anak paskib tengah berjalan menuju tiang bendera terkejut dengan Sagita yang langsung menguncang-nguncang badannya.
"Apaan sih?!" Aruna tahu jika sahabatnya yang ini kadang suka berlebihan dalam hal-hal yang kadang biasa saja.
"Ada yang mao gue kasih tauk," Aruna sedikit melirik kebelakang untuk menghargai obrolan Sagita.
"Tapi Lu jangan langsung liat yaa," Ujung bibir Aruna mengerut, anak ini terlalu malas dan sekarang tambah jengkel, "Ribet banget sih, emang apaan?"
"Si Bagas ngeliatin lu daritadi!" Aruna yang mendengar itu langsung bergegas melirik keberadaan Lelaki yang kini dia menjadi
"Kan gue udah bilang! Jangan langsung liatin!" Sagita gemas dengan Aruna.
"Emang Lu yakin? Betulan dia liatin gue?"
"Betulan Ar! Daritadi! Dia sampe pas lu bersin tadi malah senyum-senyum..."
"Orang lain kalii!"
"Ishhh, dikasih Tauk malah nyelel!" Mata Aruna melihat bebatuan, lalu berjalan menuju sepatu lelaki yang dimaksud Sagita perlahan lalu saat dia ingin melihat yang lebih diatas matanya kembali melihat kebawah, dipinggir sepatu Bagas.
Ada..., Cicak!!
Mata Aruna melotot dan langsung---
"Cicak!!" Suara Sagita berteriak heboh, menggema membuat semua mata menatanya.
Sagita menunjuk Bagas dan tak lama Bagas seperti orang kerasukan, Cicak itu berhasil merangkak di sepatu dan menuju badanya.
Barisan yang tengah dijaganya ikut heboh, ya... karna itu kelas sepuluh yang begitu menyukai Bagas.
Barisan itu hampir saja bubar sebelum para guru yang bertugas berjaga mengamankan.
Otomatis Barisan kelas yang berada didekat Bagas masuk kedalam list kelas yang akan dihukum selepas upacara.
Suasana kembali semula, semua mengadakan pandangan pada tiang bendera dengan tangan yang berada di kepala, hormat bendera.
Mata Aruna berusaha mencari subut yang pas untuk memastikan ucapan Sagita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melancholia
FanfictionMenyatukan dua kepala dalam satu hubungan adalah hal yang sulit untuk yang pertama kalinya merasakan. Sering bertengkar padahal saling merindu, sesulit itu untuk mengatakan perasaan untuk dua kepala ini. Pada akhirnya hal itu terlalu sering terjadi...