Melancholia 22

30 7 0
                                    

22 | Sekali lagi, Aku ingin kembali dan memperbaikinya.

"Jika diberitahu sebesar apa pengakuan salahku padamu, bintangpun takkan cukup. Andai bintang tidak pernah ada, aku akan tetap menjadi penghancur. Terimakasih untuk kedatanganmu yang singkat tapi memporak-porandakkan duniaku."

~o0o~



"Ada pr nih, Ar... abis istirahat pertama dikumpulin, lo mau liat catatan gue dulu??"


"Ngga makasih, sebutin aja rumus sama soalnya..."


"Nih liat aja, gue mau ke toilet."



"Ngapain?"



"Ya kali Sholat Arr,"



"Lah terus??"



"Syaitonnirazimm, Panggilan AL-am Ar- Berak, puas lo??"


Aruna memang sengaja, dia tertawa dan membuat Sagita kesal. "Sapa suruh makan samyang level 10. Kan jadi mencret-mencret gituu..."


Sagita tidak lagi memusingkan itu, dia berlari terbirit-birit membuat teman-temannya heran.


Hampir saja badan Sagita menambrak Bagas yang ingin masuk ke kelasnya membuat tawa Aruna semakin terbahak-bahak.


"Minggir!!"


"Allahuakbar! Hati-hati napa..."


"Maap, kebelet nih... awas-awas..." Sagita melong pergi setelah tadi menarik sabun yang berada di wastafel kelas.


Bagas geleng-geleng kepala menatap gadis kepepet berak itu, "Cebok yang bersih Taa," Bukan Bagas yang meneriakki itu, Tapi Aruna.


Aruna melihat Bagas menghampirinya yang belum juga selesai dengan tawanya padahal tengah menyalin soal.

"Tuh anak abis lo kasih makan apaan sampe kebelet berak gitu??" Bagas duduk dibangku depannya yang dimana itu kursi Fendi yang tidak sedang berada dikelas.


Dia sedang ikut kegitaan pengurus Osis.

"Samyang, tapi dia yang mau, sekali liat mukbang ala-ala korea yang pedes-pedes padahal dia kaya gue yang ngga tahan makan makanan pedes..."


Bagas tertawa, " Hadeh ada-ada aja..."


Arunapun mengangguk menyetujui pernyataan Bagas tadi.


Lalu semuanya kembali diposisi fokus masing-masing... dimana Aruna sibuk mengerjakan tugas dan Bagas sibuk memainkan rubik.


"Ngga ada guru?" Setelah beberapa menit Aruna diam akhirnya mengajak Bagas untuk bicara.


"Ngga, cuman dikasih tugas."


"Guru siapa?"


"Ibu Isdaliya mapel Biologi..."


"Hah? Isdaliya? Baru tahu gue ada penyanyi yang ngajar disekolah kita..."


Bagas menertawakan kepolosan Aruna itu, "Si Ibu Iss, masa lo ngga tauk?"


"Ya ngga bakalan tahu kalo namanya aja lo ubah-ubah gituu,"


"Bukan gue kok, si Pandu tuh yang ngubah-ngubah nama..."


"Hmm, yaudah deh serah lo..."



Kembali lagi suasana itu menjadi diam.

Suasana kelas seperti kelas-kelas lainnya yang selalu kacau kalo guru tidak mengajar.


Melancholia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang