23 | Hujan dan rintiknya.
"Manusia itu susah membedakan sesuatu yang sudah pernah dia lihat dengan sesuatu yang baru saja dia lihat padahal itu terjadi pada orang yang sama."
~o0o~
"Kita abis ini ke tempat lain dulu ya,"
"Suka-suka lo aja deh,"
Rahmat membelokkan motor itu dan itu menuju sebuah klinik.
Sorot matanya berubah panik, apa maksudnya ini?
"Lo ngapain disini??" Emosi Aruna meluap saat standar motornya menopang dua badan mereka. Rahmat tidak menjawab, dia memilih untuk mengecek kembali alamat yang dikirimkan Anadia pada ponselnya.
Aruna memukul bahu Rahmat karena tidak mendapatkan jawaban.
"Hei! Kau bosan hidup?!!" Dengan makian itu barulah Rahmat mendongak melihat kebelakangnya.
"Aku juga ngga tahu apa-apa, Ar..." Aruna menatapnya tanya.
"Maksudmu?? Terus kenapa ke sini???"
"Alamat ini yang dikirim si Anadia..."
Emosi Aruna yang tadi perlahan mereda kini kembali membara bahkan lebih panas lagi karena menyangkut pautkan dengan nama seorang yang paling Aruna hindari.
"WHAT THE!!" Mata Aruna terlihat hampir keluar, "Lo Abis ngapain sama tuh anak, MAT!!" Aruna melempar pukulan demi pukulan dipunggung Rahmat.
Rahmat menghindar, dia turun dari motor diikuti Aruna yang tidak berhenti memukulnya. "Beraninya lo hamilin anak orang! Lo Jahat!! Lo gila!!!"
Awalnya Rahmat yang mendapatkan pukulan tadi belum mengerti atau paham dengan apa yang dimaksud Aruna, tapi setelah kalimat-kalimat itu terucap baru naluri bertahan hidup Rahmat bangkit.
Rahmat berusaha menahan semua pukulan itu, "Ngga, Arr... Lo salah! Gue ngga macam-macam sama dia...,"
Aruna tidak percaya dan terus memukulinya, kedatangan Anadia bisa menghentikan semua kegiatan adu mulut dan tangan.
"Maaf," Ucapan itu barusan berhasil membuat Rahmat memegang dua tangan Aruna membuat Aruna tidak bisa melakukan apa-apa. Aruna menatap benci pada gadis itu.
"Makasi juga udah mau datang..."
Rahmat tidak menjawab, dia terlanjur ikut marah karena usahanya untuk tidak bertengkar dengar Aruna lenyap dihari ini oleh ulah gila Anadia.
Anadia tampak hancur, dia keluar dengan seragam sekolah lengkap dengan tas dipunggungnya. Ditangannya ada sebuah surat terlipat rapi dan tangannya yang lain memegang perutnya yang tampak rata.
Aruna terjatuh, badannya lemas... Dia ambruk ketika otaknya berputar-putar pada kejadian yang sama sekali tidak pernah dia bayangkan akan dilakukan oleh lelaki yang dia percayakan.
Rahmat menghampiri Anadia setelah otaknya mencerna dan memahami kondisi dan situasi dari maksud Anadia, ketika dia berada didepan Anadia yang juga hampir ambruk dia memegang bahu Anadia dan menyuruhnya untuk menatapnya. "Siapa? Siapa yang berani melakukan ini semua?!"
Anadia menangis, astagaa... ini seperti drama korea yang skenarionya adalah Rahmat seorang yang dikambing hitamkan karena sebuah kesalahan yang tidak beralaskan bukti.
Sementara Aruna? Dia bisa saja memerankan tokoh yang dihianati, Anadia adalah korban. Kira-kira seperti itu...
*.*.*
KAMU SEDANG MEMBACA
Melancholia
FanfictionMenyatukan dua kepala dalam satu hubungan adalah hal yang sulit untuk yang pertama kalinya merasakan. Sering bertengkar padahal saling merindu, sesulit itu untuk mengatakan perasaan untuk dua kepala ini. Pada akhirnya hal itu terlalu sering terjadi...