Melancholia 35

27 3 0
                                    

35 | Interaksi

"Aku bisa memaafkan oranglain karenamu, tapi tidak bisa memaafkanmu karena oranglain."

~o0o~

Hari sudah berganti, kini teman-teman Aruna membereskan tenda-tenda yang mereka pakai kemarin untuk menginap dihalaman belakang sekolah menikmati hari terakhir mereka bersama-sama. Pidato penutupan dipenuhi tangis, kecuali Aruna.


Semua orang menangis, Sagita apalagi. Dia yang paling heboh... dia bisa tenang ketika melihat Aruna hanya diam menatapnya datar.



Aruna menduga jika hal yang terjadi kemarin sore juga diketahui kedua sejoli ini. Mereka bahkan tidak merespon apapun ketika Aruna bertanya jika Bagas pamit atau tidak. Terlebih saat tahu jika Bagas pergi dengan hanya mengirimkannya pesan teks dan dibacakan oleh orang lain.




Situasi kini sibuk, mereka sibuk membereskan benda apa saja yang mereka pakai saat berkemah. Aruna sibuk membereskan baju-bajunya ke ransel besar miliknya. Dia hingga kini diam tanpa mengeluarkan suara kecuali dipanggil oleh orang lain untuk keperluan penting.




Sagita hari ini begitu ceria, dia baru saja mendapatkan kabar jika pacarnya, Fendi lulus di sekolah kedinasan penerbarangan indonesia atau biasa didengar dengan STPI.


Aruna sudah memberikan selamat kepada Fendi dan selebihnya Aruna tetap menutup mulutnya hingga kini mereka membereskan tenda bersama-sama.



Ketika Aruna melepaskan tali flysheet dan frame yang tertancap ditanah bayangan seseorang menghalang pencahayaan matahari yang menyinari Aruna.




Aruna yang sadar jika itu adalah seseorang sontak berbalik badan dengan senang, "Bagas-s..." Aruna memanggil nama itu namun bahunya langsung turun.




Yang dia harapkan ternyata bukan, melainkan cowo yang tidak Aruna kenali. 




Lelaki itu melambaikan tangan ketika Aruna berdiri dari posisi jongkoknya. Ekspresi tanya langsung tergambarkan diwajah Aruna ketika seseorang muncul lagi, kali ini dia adalah seorang gadis.



Aruna merasa kenal tapi dia lupa siapa mereka berdua. "Kalian...??"




Lelaki itu sedikit membasahi kerongkonganya sebelum angkat bicara, "Maaf menganggumu, aku Hamis dan ini Dinda... Kau ingat?"




Aruna tetap diam, membiarkan lelaki itu bicara karena yang dia katakan barusan tidak membantu Aruna menginggat apapun.



"Aku teman sekelompokmu yang dulu, kau mengeluarkanku ketika aku dan Dinda menolak untuk berkerja sama. Masih tidak mengingat kami?"




Detik itu juga Aruna terkejut, penampilan kedua orang jauh berbeda sejak terakhir kali mereka bertemu, "Ya... Aku ingat..." Seru Aruna ketika tangannya masih melayang didepan mulutnya menutupi mulutnya yang terbuka lebar.




Hamis tertawa renyah, "Syukurlah, aku pikir saking kau marah pada kami, kau tidak ingin bertemu atau mengenali kami lagi..."




Aruna sontak mengeleng-geleng, "Tidak, tidak-tidak, bukan begitu. Hanya saja kalian berbeda dari terakhir kita bertemu," Tangan Aruna melayang kesana-kemari, "Lalu? Ada apa? Kalian ingin mengatakan sesuatu? Ohya, aku minta maaf tempo hari itu, tapi sejujurnya  itu memang kesalahan kalian." Aruna dengan cepat mengatakan itu, lalu dia mengesekkan jari telunjuknya ke hidung yang gatal.




Melancholia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang