Melancholia 25

33 6 0
                                    

25 | Sesuatu yang tidak jelas tapi menyenangkan hati.

"Selain harapan, melupakan seseorang adalah hal yang paling menyakitkan."

~o0o~




Tangan Rahmat sibuk mengendalikan setir sementara Aruna sibuk dengan layar di desboard mobil untuk menyambungkan musik ke sistem suara mobil.

Setelah bluetooth ponselnya terhubung kini ia sibuk memilih lagu. Pilihannya jatuh pada lagu yang mungkin akan sedikit membantunya untuk mengumpulkan aura tidur.


Ed Sheeran, Happier.


"Kita mau kemana ini?" Setelah puas memutari komplek perumahan dengan atas suruhan Aruna kini Rahmat kembali bertanya.

Aruna yang tengah mengatur kursi agar sedikit kebelakangpun mengoleh, "Pelatnas?"

"Untuk apa? Mau ketemuan sama orang?"

"Enggak sih,"


"Lalu mau apa disana?"


"Jalan-jalan, gue pengen tidur."


"Kalo pengen tidur mending kerumah aja, mumpung masih disini, tinggal belok kiri."

Aruna memainkan tangannya keudara seakan-akan memberi kode untuk tidak melakukan hal yang tadi disarankan Rahmat. "Lu ngga mau kemana gitu?? Gue temenin deh,"

"Makasaar, mau?" Rahmat hanya bercanda sebenarnya, tapi respon Aruna terlalu serius.

"Naik mobil?"Tanya Aruna yang sudah siap posisi untuk tidur.

"Ya," lagi-lagi Rahmat hanya bergurau.


"Gue sih ngga papa, akan tinggal tidur, kalo mau ayok!" Jawaban ngeleneh Aruna barusan mendapatkan tepisan tangannya ke rambut Aruna dari Rahmat.

Sudah lama Rahmat tidak menjitaknya, akhirnya terjadi lagi. "Ngomong kok ngaur gitu,"

"Iss, apa? Lo kan yang mau kesana kok jitak gue."

Rahmat melampiaskan kekesalannya pada setir mobil dan pedal gas, sontak Aruna panik dan bangun menatap jalanan yang terlihat begitu cepat bergerak.

"Rahmat lo gila?!"

"Lo juga, aneh banget. Ditanyain mau kemana malah bilang ke makasaar." Tanpa sadar aksen bicara Rahmat berubah.

"Lah yang ngajak siapa? Yang minta disuru jemput siapa? Gue?" Aruna sedikit terpancing terlebih sadar jika aksen Rahmat berubah.

"Yaudah kita ke pelatnas."

Tidak ada protes dari Aruna. Rahmat kembali menjalankan mobil senormal mungkin, walau harus memutar arah jalan yang kiranya waktu untuk sampai bertambah lama.

Setelah dipikir-pikir Aruna pasti punya alasan kenapa tidak ingin pulang rumah, apakah ada Ayahnya?

Lalu dia kembali menggulang perdebatan tadi diotaknya, mengingat-ngingat lagi apa saja yang baru saja diucapankan pada Aruna. Lalu dia tersadar jika tadi Rahmat tidak sengaja berbahasa yang berbeda tadi.


-Lo juga, aneh banget. Ditanyain lo mau kemana malah bilang ke makasaar.'

"Maaf." Rahmat menyadari kesalahannya dan memilih untuk segera berbaikkan dengan Aruna.

Melancholia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang