Melancholia 27

33 6 8
                                    

27 | Kukira kita pernah ada.


"Menghilanglah sementara, jika dia tidak kehilangan, menghilanglah selamanya."



~o0o~



Aruna akhirnya bercerita kepada Bagas.

Karena sejak tadi dia tidak bisa diam, kesana-kemari menguntit Aruna. Menerornya meminta bagaimana bisa seorang yang tidak disangka-sangka adalah orang yang mengirimi Aruna Coklat serta note yang berisi kalimat-kalimat manis.

Yang dimana-mana itu adalah hal yang dilakukan oleh seorang lelaki kepada seorang gadis. Bukan seorang gadis kepada seorang gadis.


"Teruss? lu jawab apa??" Tanya Bagas, penasaran.


"Ya Apa? gue jawab apa adanya." Sahut Aruna.


"Iyaaa, apa adanya itu seperti apa, Arr??" Bagas begitu penasaran.


Aruna yang tengah mengerjakan soal-soal yang diberikan guru kimianya pun sedikit memberikan jeda membuat Bagas geram sendiri. Bagas begitu karena sikap dan cara gadis itu berhasil membuatnya tertengun.

Memang dia hanya seorang gadis yang notabengnya seorang gadis yang sedikit membuat masalah pasti seantero sekolah heboh.

Setelah selesai mendapatkan jawaban dari 4 soal itu, Arunapun melanjutkan pembicaraannya. Bagas begitu sabar menunggu walaupun tadi seperti cacing kepanasan.


"Gue bilang kalo gue ngga suka sama dia sebagai seorang laki-laki maupun wanita." Kata Aruna. Jawaban Aruna membuat Bagas lega. Aruna berbalik badan menatap Bagas. "Lu nungguin gue cuman mau dengerin ini?"


"Ya," Sahut Bagas. Membuat Aruna tertawa kecil sembari menggeleng. Bagas menambahakan, "Gue bosen didalam kelas."


Sejujurnya Bagas ingin menjelaskan kepada Aruna tentang dirinya yang sempat menghilang beberapa hari ini, Tapi diurungkannya. Aruna tampak percaya jika nanti Bagas pasti akan bercerita tanpa dimintanya.


Sejam berlalu, waktu menunjukkan pukul 3 Sore. Sagita dan Fendi sudah berlalu 30 menit yang lalu setelah berhasil memecahkan soal-soal kimia itu.


"Mau pulang apa mampir makan dulu?" Tanya Bagas sambil mengelus perut kosongnya.


"Makan,--laper." Jawabnya sesaat sibuk mengemasi semua alat tulis yang dipakainya kedalam tas.



"Eh, lo udah tau si Wicak jadian sama Zae?" Bagas ikut membereskan alat tulis serta buku namun sambil berdiri.



"Hah? Zae? Zae yang Kembarnya si Jae?" Bagas menjawabnya dengan anggukan kepala, "Sama Wicak jadian??" Lagi, Bagas menjawabnya dengan cara yang sama tapi bibirnya ditarik miring menampilkan sebagian gigi putihnya. "Kok bisa?? emang dari kapan jadiannya??"



"Ngga tau, Tau-tau dia udah kelepasan manggil sayang sama Zae."



Sontak Aruna tertawa ngakak, mulutnys terbuka besar dan tawanya begitu besar. "Kasian jomblo."



Bagas mengendus kasar karena perkataan Aruna barusan itu ditujukan untuknya. "Gue jombol karna lo juga." Ucapannya begitu dengan suara yang begitu kecil tapi Aruna langsung terdiam.


Mendengar tawa Aruna tidak ada lagi membuat Bagas mendongkak, tapi Aruna malah melong melihat kearah pintu kelas.


Ada Rahmat disana.


Melancholia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang