28 | Sesuatu yang tidak bisa kumiliki.
"Selain memiliki otak, manusia juga memiliki hati. Itulah kenapa hati sering dijadikan sasaran untuk dihancurkan."
~o0o~
Disebuah cermin wastafel memantulkan tubuh mungil Aruna yang sibuk mengiringkan rambut menggunakan handuk kecil.
Setelah puas mengirigkan rambut Aruna meraba dompet yang berisi cairan dan krim-krim yang mampu membuatnya terlihat lebih baik. Skincare dan Krim malam miliknya.
15 menit puas dengan ritual dia mengemasi semua barang yang tadi dia gunakan, sejujurnya dia sangat kagum dengan kepiawannya sahabatnya, Sagita.
Dia bukan hanya membawanya baju yang cukup banyak, seragam, buku, cars ponsel, asetnya dan hal yang terpenting miliknya yang dibawa Sagita, Laptop dan kacamatanya.
Tidak banyak yang tahu jika dirinya adalah seorang sudah bergantung pada benda yang membuatnya dijuliki si gadis mata empat. Dan Kinan yang memberikan nama aneh itu.
Merasa sudah cukup, Aruna keluar dari ruangan kerja sekaligus rumah kedua Andina itu.
Betapa dinginnya malam ini atau hanya perasaan Aruna saja. Sedari tadi dia merasa mengigil, mungkin karena keramas tanpa air hangat seperti biasanya.
Aruna mengeluarkan ponsel saat ponsel itu bergetar hebat disaku trening yang ia kenakan.
Username dilayar adalah Bagas...
"Halo, napa gass??" Aruna menganggkat panggilan itu setelah mendaratkan pantatnya dibangku rumah sakit dikoridor penghubung ruang Ibu dan Anak ke ruang operasi.
"Lo dimana?"
"Ha? Ya dirumah sakit lah... Kan tadi lo liat gue."
"Iya, tapi sekarangkan ngga ada dikamar,"
"Ya ke ruangan kak Andina buat mandi. Kenapa sih??"
"Gue bawain lo makanan, tadi bukannya makan dulu malah mandi."
Aruna terkekeh dengan ucapan Bagas barusan. "Ya terus?"
"Ini gue udah didepan ruangan ibu dan anak, lo disebelah mana??"
Aruna terkejut dengan perkataan itu, dia sempat diam hingga akhirnya tersadar panggilan itu terputus sepihak.
Lalu suara langkah yang berlari terdengar mendekat saat Aruna menatap layar ponselnya.
"Ternyata lo disini...." Bagas tiba dengan nafasnya yang tersengah-ngah.
Aruna kaget dan menatap Bagas yang tiba-tiba memberikan kresek bening berisi 2 dus makanan.
"Apa? Ambil! Lo belum makan dari siang kan??"
Aruna masih diam. Matanya tidak terlepas dari Bagas yang baru saja mendaratkan pantatnya disamping Aruna tanpa izin. Tangan yang masih memegang kresek itu masih berada didepan Aruna.
"Ambil napa? Pegel nih tangan gue." Setelah perintah itu baruslah Aruna menggambil kresek itu.
"Makasi." Bagas yang tengah mengatur nafasnya dengan mengadahkan kepalanya ke ataspun mengoleh, Benarkah itu Aruna? Dia barusan bilang apa? Makasi?
"Apa??" Merasa ganjal, Bagas meminta penjelasan.
Aruna yang berniat mengeluarkan dus makanan dari kantong plastik itupun mengoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melancholia
FanfictionMenyatukan dua kepala dalam satu hubungan adalah hal yang sulit untuk yang pertama kalinya merasakan. Sering bertengkar padahal saling merindu, sesulit itu untuk mengatakan perasaan untuk dua kepala ini. Pada akhirnya hal itu terlalu sering terjadi...