Melancholia 36

41 6 3
                                    

36 | Merangkak, menjulang, dan melompat.

"Ketika kita sudah berusaha tapi tidak pernah sesuai, kadang kita lebih percaya akan sebuah kebetulan, kits lebih mengharapkan sesuatu yang tidak sengaja itu terjadi."

~o0o~


Hari ini penungguman kelulusan...

Aruna duduk didepan meja lipat diruang tamun. Bersama Rahmat dan Cikal. Bunda ada didapur mempersiapkan cemilan.

1 Jam lagi Aruna akan melihat hasilnya, pukul 3 sore hari senin. Aruna begitu gugup...


Padahal Dia sudah mempersiapkan rencana Bnya bersama Kinan dan Anadia. Berkerja dan menunda kuliah hingga tahun depan. Tapi tetap saja Aruna adalah orang yang menyusun semua rencana hidupnya hingga berumur 99 tahun.

Makanya Aruna benar-benar mengharapkan hasil sebaik mungkin...

Rahmat yang asik bermain dengan Cikal pun mengoleh pada Aruna yang hanya menatap kosong laptop dengan jari jempol yang dia gigit. Senyum tipis tergambar saat Aruna membalas tatapan Rahmat.

Rahmat memberikan pesan pada Aruna dichat "Semua baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir..."

Senyum Aruna mengembang ketika dia selesai membaca pesan dari Rahmat, setidaknya ada yang siap menemani Aruna. Rahmat tidak ingin Aruna kembali merasa tertekan, seperti pengguman SN kemarin.


Bunda masuk dengan napan berisi nutrisari lemon tea. Kesukaan Aruna.

"Tenang, Bunda, Cikal, Rahmat ada disini kok... Rejeki udah diatur, sayang..." Bunda bisa merasakan Aruna tidak bisa berhenti memikirkan segala kemungkinan.

15 menit lagi, Aruna seperti memutar lagi semua yang dia lakukan saat mengisi soal-soal itu, soal kuntitatf, kumulatif, bahasa, dan minat-minatnya. Mengira-ngira apa yang menjadi kebenaran dan memberikannya poin atau hanya kesalahan yang mengimbas 0 pada poin Aruna.

Aruna menarik kertas kosong. Menghitung apa saja yang dia kerjakan tapi menurutnya salah. Rahmat yang sedang minumpun penasaran, lalu bibirnya bercebir, menatap Aruna tidak percaya.

Bisa-bisa Aruna mengingat semua soal dan jawabannya, dia merasa jika Aruna hanya bercanda tentang sifat ke perfeksionisan Aruna, tapi dia kembali mengulang-ngulang kejadiannya bersama Aruna dan itu benar! Ditambah dengan kejadian sekarang, Sulit dipercaya.

"Ngapain sih, Arr! Tenang aja kenapa?? Takut banget! Hasil kamu itu bukan jadi patokan dan berhentinya masa depan, dia hanya mengubah takdir kamu dimasa depan." Rahmat malas dengan sifat Aruna yang satu ini, bukan apa-apa...

Dia seperti melihat Aruna dalam bentuk orang asing baginya, Aruna yang fokus pada buku, pada soal-soal, pada hal yang menjadikan Aruna lupa pada sekitarnya, Rahmat menganggap itu hal yang tidak ingin dia lihat.

Itulah kenapa dia jarang menemani Aruna belajar. Lebih baik dia melihat Aruna dari jauh, walaupun tetap ingin Aruna ada disisinya.

Aruna melipat bibirnya dengan wajah bersalah. Dia jadi ingat jika Rahmat pernah merajuk karena Aruna mengabaikannya ketika terlalu fokus belajar.

Bunyi notif dari laptop membuat anastesi semuanya terpaku pada layar.

Mata Aruna tiba-tiba berkedip-kedip lebih cepat. Dia pelan-pelan menjalankan mouse ke bawah, membuka hasil. Nafasnya begitu tergesah-gesah, Rahmat juga. Bunda baru saja keluar dari kamar ketika Teriakan itu muncul dari Cikal.



Melancholia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang