12. Itu...

43.5K 3.8K 91
                                    

Arga terbangun karena Naomi mencubit pipinya yang minim lemak sembari berkata panjang: "Ada telepon... mau diangkat enggak itu."

Terang saja, matanya langsung terbuka karena kaget akan tindakan Naomi. Ia meraba-raba sebelah ranjang untuk mendapatkan ponselnya yang masih berbunyi. Mamanya menelepon, sepagi ini. Untuk apa?

"Halooo anak mama." Arga mengerjap mendengar sambutan itu. Wajahnya mamanya memenuhi layar, dengan senyum lebar yang khas. "Baru bangun?"

"Iya."

"Eeeh, kamu gemukan, ya?"

Otomatis Arga menatap wajahnya sendiri di layar. Ia rasa masih sama. Namun, nafsu makannya memang meningkat dan ia jadi suka nyemil. Penyebabnya karena Naomi suka masak dan selalu menyediakan camilan di rumah. Penyebab lain, ia rasa, ia bahagia.

"Naomi mana, Ga?"

Lalu Arga melirik ke bawah. Naomi masih terpejam, tubuhnya terbungkus selimut. Tangannya melingkari paha Arga.

"Masih tidur."

Mamanya bergumam. "Coba, kamu beli test pack lagi. Mumpung pagi. Tes pagi hari itu masih sensitive banget."

"Iya."

Mama Nad menghela napas keras. "Masih aja susah ngomong sama kamu." Lalu dengan terpaksa ia mengakhiri panggilan. Arga meletakkan ponselnya lagi ke meja, lalu berbaring bikin tidur Naomi terusik lagi.

Wanita itu, entah sadar entah nggak sadar, jadi memeluk Arga di pinggangnya. Biasanya mereka tidur nggak sedekat ini. Dan nggak pernah pelukan seperti ini. Mereka pelukan hanya ketika bercinta—itu pun nggak pernah lama.

Arga bertanya-tanya bagainana cara menghadapi perempuan yang masih tidur sementara ia sudah terjaga? Beberapa menit ia hanya menatap langit-langit kamar, lalu ketika Naomi melakukan gerakan kecil, ia menatap wajah istrinya.

Rasanya baru kemarin ia mengirimkan surat melalui email untuk melamar gadis itu. Lalu ia dapat balasan yang menyenangkan. Dan, berkat mamanya yang super duper cerewet, ia peroleh Naomi. Naomi Priska Sastraperwira, yang ia kira telah melupakannya atau bahkan nggak pernah mengenalnya.

Arga rasa ia tahu apa yang harus ia lakukan. Mula-mula ia memiringkan tubuhnya, dan ia jadi bisa melihat wajah Naomi sangat dekat. Napasnya hangat, teratur.

Suatu kali mamanya pernah berkata: "Kalau punya istri disayang, Ga. Kayak papa sayang mama. Diperlakukan dengan baik, dijaga, dikasihi, dicintai sepenuh hati."

Sehingga, suatu kali juga Arga mengatakan pada mamanya: "Aku mau lamar."

"Siapa?"

"Naomi." Mamanya mengingat-ingat sebentar, lalu bertanya dengan nada ragu.

"Temen SMA kamu?"

"Iya."

"Anaknya udah mau kamu lamar."

Arga terdiam. Ia nggak punya ide bagaimana cara melamar seorang gadis. Menyadari itu, Mama Nad turut pusing. Butuh waktu berhari-hari sampai mamanya menemukan ide yang menurut wanita itu keren dan romantis. Lalu mamanya membuatkan kalimat yang romantis pula—lagi-lagi ini menurut mamanya. Dan mamanya yang mengirimkan itu pada email Naomi melalui email Arga.

Arga hanya diam menunggu, lalu ia ikuti apa perintah mamanya.

Dan benarlah, Arga memang nggak tahu bagaimana meromantisasi keadaan. Namun kali ini ia merasa tahu bagaimana menyenangkan Naomi. Ia mengecup keningnya, lalu membiarkan wanita itu meringkuk di samping tubuhnya. Arga merasa ia berharga saat Naomi mengerutkan rengkuhan di sepanjang pinggangnya.

Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang