5. Bentuk Cinta

53.8K 4.5K 140
                                    

"Hm, Mama Mertua, emang gimana cara bikin Arga ngomong banyak dan lancar?"

Mama Nad sebagai wanita yang berpengalaman tentu paham maksud menantunya. Ia tersenyum lembut, tapi ada sorot gemas dan geregetan di wajahnya.

"Kalau papanya sih ngomong banyak waktu cemburu terus marah." Ia menambahkan cepat. "Kalau cuma marah cenderung makin diem, nggak mau ngomong. Tapi kalau cemburu, beuh, sedap banget denger dia ngomong."

Naomi manggut-manggut. Ia dan mama mertuanya duduk di kursi meja makan. Dua lelaki itu duduk di sofa, berhadapan, sambil minum teh.

Apakah dua lelaki itu saling bicara?

Tentu, ya. Mereka saling bicara waktu membutuhkan. Arga bertanya dari mana, papanya menjawab dari rumah. Lalu selesai. Menakjubkan.

"Bayangin dong aku udah tinggal sama mereka berdua bertahun-tahun, sayang. Setiap hari aku bicara sendiri. Mereka cuma ngomong dikit-dikit. Untung aku kuat lhooo."

"Mama nggak curiga mereka berdua..." Naomi mengode dengan jarinya. Mama Nad langsung paham dan tertawa kecil karena itu. Tawanya mengundang perhatian Agga dan Arga, mereka menoleh dengan tatapan yang lurus saja.

"Enggak dong. Aku pernah curiga, pernah cari tau. Tapi ya nggak terbukti apa yang aku curigai itu. Mereka memang kayak gitu." Dan sebagai informasi tambahan, Mama Nad berbisik. "Mereka sama-sama pinter bicara pas kerja. Coba, kamu ikut Arga kerja. Kaget tau pas lihat dia presentasi buat ambil proyek."

Menarik juga. Naomi berjanji lain kali ia akan ikut Arga. Jika ia bisa izin kerja, atau jika ia diizinkan Arga.

Naomi selesai mengiris wortel dan kentang. Ia mencuci sayuran itu, lalu meletakkan di dekat kompor. Bumbu telah dibuat oleh mama mertuanya. Sekarang tinggal masak untuk makan malam.

"Tapi coba, Menantu, kamu suruh dia ngomong banyak."

"Memangnya bisa?"

"Memang nggak bisa?"

Naomi mengedip. Iya juga. Memang enggak bisa minta Arga bicara banyak setiap hari? Pertanyaannya justru, gimana caranya meminta Arga bicara banyak, dan adakah alasan kenapa lelaki itu harus bicara banyak? Oh no... Naomi enggak bisa melakukannya.

"Kemungkinannya sih kecil, tapi papanya dulu mau lho berusaha buat bicara banyak. Ya, lumayan lah. Enggak dikit banget."

"Sekarang?" tanya Naomi begitu heran.

"Sekarang balik lagi." Mama Nad merapatkan tubuh dengan menantunya. "Kenapa dia diem lagi, tau?"

"Enggak."

"Karena malu ada Arga."

Alasan yang aneh sekali.

"Kalau Arga lihat aku sama papanya ngobrol, dia kayak heran gitu. Jadi papanya malu, dan ya balik lagi diem."

Hebat. Nanti Arga juga bakalan kayak gitu? Duh, suamiku, betapa malang nasibmu itu. Pantas saja selalu jomblo sepanjang hidupnya.

"Lagian..." Mama Nad kembali berbisik. "Dia cinta kamu, sekarang kan rasa cintanya masih menggebu tuh. Soalnya baru bareng kamu seminggu. Coba aja suruh, siapa tau mau."

"Benar?" tanya Naomi tak yakin.

"Coba aja."

"Benar Arga cinta aku?" ralat Naomi.

"Ooo." Mama Nad memikirkannya baik-baik, lantas balik bertanya, "Memangnya kamu enggak cinta dia?"

Aduh, jujur saja Naomi belum cinta. Tapi mana mungkin dia menjawab jujur?

Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang