Naomi nggak lupa, ada banyak hal di dunia ini yang nggak perlu dia usahakan terlalu keras. Misalnya memaksa Arga bicara sesuatu yang manis, atau lucu, atau... yah, yang membuat Naomi tenang saja deh.
Usai maskeran penuh drama tadi, ia langsung merebahkan diri di ranjang. Arga di sampingnya, mengerut-ngerutkan wajah dengan perasaan aneh. Entahlah, lelaki itu kayaknya baru pertama kali maskeran. Naomi menemukan banyak komedo dan kotoran. Lalu ia berikan lelaki itu moisturizer supaya pori-porinya segera tertutup lagi.
Bagi Arga, semua benda tadi aneh. Ia hanya pernah melihat mamanya memakai itu semua. Papanya enggak pernah. Ia ikuti apa yang papanya lakukan. Karena papanya nggak pernah maskeran, atau pakai krim-krim aneh ke wajah, maka ia juga nggak pakai.
Namun tadi, karena Naomi, ia jadi memakainya.
Sekarang wajahnya terasa halus dan bersih. Ia baru tahu begini efeknya.
"Temanku mau ada yang nikah lhooo minggu depan."
Tiba-tiba Naomi bersuara pelan sembari membuka buku novel yang sebelumnya tersimpan di nakas.
"Besok pulang kerja nge-mal yuk, Ga. Beli baju couple sama katamu mau beli parfum."
"Hem."
"Ya, Ga?"
"Iya."
"Lagian, kita habis nikah belum jalan-jalan. Kerjaan di rumah terus."
Arga menatap Naomi dari samping. Wajah wanita itu kelihatan memiliki lekuk yang bagus dilihat dari samping. Hidungnya enggak mancung banget, kulitnya bersih, alisnya tipis tapi bagus, dan bulu mata yang pendek.
"Weekend jalan yuk, Ga. Ke pantai, atau ke kebun binatang, atau cuma keliling sambil beli jajan di pinggir jalan juga oke." Lalu Naomi menjentikkan jarinya. "Tapi aku pengin ke puncak."
"Iya."
Naomi memang cantik. Tinggi pula. Badannya ramping, cenderung kurus kalau dibuka bajunya. Dadanya ukuran standar, kakinya jenjang, bokongnya sekal.
"Mainnya sama temenku mau enggak? Ayna sama suaminya sama anaknya, Gia sama pacarnya."
Arga merebahkan diri. Jantungnya berdetak-detak.
"Eh, kamu ingat temenku kan? Udah aku kenalin lhooo."
"Ingat."
Naomi berjengit waktu Arga menyentuh tangannya. Ia melihat lelaki itu membuka kausnya dan melempar ke sudut ranjang. Kini ia bertelanjang dada, dalam hitungan detik sudah tengkurap dengan tangan masih menggenggam jari-jari Naomi.
Duh, kelihatan gantengnya. Manisnya. Machonya.
Naomi menelan ludah. Buru-buru ia letakkan buku ke nakas, lalu mengusap rambut Arga dengan teratur. "Potong rambut kenapa biar rapi."
"Hm."
"Serius lho, kamu tuh kerja udah mapan rambut masih kayak gembel nggak keurus gini." Perasaan Naomi berubah cepat, dari ingin menyayangi sambil memanjakan sedikit ke sebal karena suaminya tetap saja diam. "Soalnya aku lihat yang rambutnya kayak gini mah bukan orang-orang sekelas kamu. Kalau masih mahasiswa ya wajar, gaya-gayaan kali ya. Lha kalau kamu, udah tua udah kerja pula."
"Kenapa?"
"Nggak cocok." Naomi menambahkan. "Nanti aku nggak mau anakku suka manjangin rambut gara-gara lihat kamu."
"Cewek?"
Kekesalan Naomi meningkat. "Maksudku yang cowok. Kalau cewek nggak disuruh juga aku tau dia harus punya rambut yang panjang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini
Storie d'amoreSaudari Naomi Priska Sastraperwira, maukah kamu melihat saya setiap bangun tidur? Lalu ketika pulang kerja, eh ada saya lagi, saat makan malam, saya muncul lagi. Begitu mau tidur, ternyata saya lagi yang disamping kamu. Ketika kamu lagi PMS dan ngga...