Naomi meyakinkan mamanya untuk meninggalkannya beberapa hari. Ini sudah sepuluh hari sejak ia melahirkan, tetapi mamanya memperlakukan ia seolah baru melahirkan kemarin. Meski kesulitan, ia masih bisa jalan keliling rumahnya pelan-pelan. Ia bisa menggendong Defandra dan menimang bayi itu kapan saja. Ia bisa minta bantuan Arga kalau lelaki itu di rumah—Arga memang lebih banyak kerja dari rumah untuk sementara waktu dan hanya pergi ketika penting sekali.
"Mertuamu baik, kan?" tanya mamanya dengan pandangan menyipit. Seingatnya Naomi tidak pernah membahas mertuanya itu.
"Baik kok, baik banget. Mama kan bisa lihat sendiri beberapa hari ini."
"Ya pas ada Mama sih, baik. Cuma Mama nggak tau kalau cuma ada kalian berdua."
"Mama Nad nggak beda-bedakan anak sama menantu lho, Ma. Nggak usah khawatir gitu."
Mamanya tersenyum tipis. Akhirnya ia pamit juga karena ada kepentingan yang mendesak sekali.
Naomi melegakan paru-parunya setelah mamanya pergi. Hari-hari akan ia mulai dengan putranya dan Arga. Ia mengusap pipi bayinya dan memuji keimutan bayi itu dalam hati. Sungguh menakjubkan. Sekarang hidungnya sangat mirip Arga. Matanya masih bulat dan cerah dengan bulu mata yang panjang. Rambutnya tipis sehingga lebih terlihat gundul.
Tiba-tiba saja ada yang memeluk Naomi dan menyandarkan kepala di punggung Naomi. Ia segera menegakkan badan, bikin Arga terpaksa kehilangan sandaran dan turut duduk di sofa bersisian dengan Naomi. Matanya masih agak ngantuk dan ia belum cuci muka. Namun, ia agak tidak peduli juga dengan itu sejak kehadiran Defandra di hidupnya.
"Masih ngantuk, ya?" tanya Naomi melihat Arga menguap. Lelaki itu menggeleng sebagai upaya membohongi diri yang sia-sia. "Tidur dulu nggak pa-pa. Aku bisa jagain Defan kok. Sudah ada sarapan juga dari mama. Rumah sudah bersih. Cuma tinggal jemur baju."
"Biar aku yang jemur."
"Kamu istirahat dulu saja, aku jemur agak nanti bisa."
"Aku yang jemur."
Naomi hanya melebarkan senyumnya mendengar betapa lelaki itu ngeyel. Padahal ia tahu, semalam Arga begadang untuk kerja sambil menjaga Defandra yang kerap bangun, sementara Naomi dibiarkan tidur nyenyak karena harus bekerja ekstra mengurus Defandra saat siang.
Naomi mengecup pipi Arga sebagai hadiah karena sepuluh hari ini Arga telah menjadi ayah dan suami yang luar biasa keren. Namun, tak ia sangka lelaki itu justru membalasnya dengan datar.
"Jangan cium-cium."
"Kenapa?" tanyanya syok.
Arga bangkit dari sofa, dan memberi jawaban mutlak, "masih nifas gitu." Lalu ia berlalu ke kamar mandi dan keluar beberapa waktu kemudian untuk menjemur pakaian.
Di tempatnya, Naomi meringis dengan keadaan mereka. Dulu Arga disuruh membobol keperawanannya pun nggak berani, sekarang dicium sedikit langsung terangsang. Ah, lelaki itu memang banyak sekali kejutannya. Bikin Naomi tambah suka, tambah sayang dan sepertinya juga tambah cinta. Apa lagi ada Defandra di hidup mereka sekarang, yang mau tak mau, semakin mengikat hubungan mereka.
***
"Sudah minum susu, kamu boleh istirahat. Biar aku yang jagain sekarang."
Naomi tersenyum tak enak pada mertuanya, yang lagi-lagi, memberinya sikap baik berlebihan. Ia biarkan Mama Nad mengambil alih Defandra dan menimang bayi itu sembari mengajaknya bicara.
"Oh, makan dulu ya. Sudah lapar, kan? Biar diambilin Arga."
"Aku bisa ambil sendiri kok, Ma."
"Jangan terlalu banyak gerak ini itu. Habis melahirkan harus pulih dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini
Любовные романыSaudari Naomi Priska Sastraperwira, maukah kamu melihat saya setiap bangun tidur? Lalu ketika pulang kerja, eh ada saya lagi, saat makan malam, saya muncul lagi. Begitu mau tidur, ternyata saya lagi yang disamping kamu. Ketika kamu lagi PMS dan ngga...