25. Masak

31.6K 3.3K 202
                                    



Usai percintaan yang melelahkan dan menyenangkan—tentunya—Arga memberanikan diri melempar pertanyaan yang mengganggu pikirannya. "Kenapa kamu sering tanya apakah aku sayang dan cinta sama kamu?"

"Kamu keberatan ditanya begitu?"

Arga segera menggeleng dan memberi penjelasan singkat soal itu. "Cuma heran." Lalu dia melanjutkan dengan alis yang menukik hampir menyatu. "Aku nggak tanya, tapi tau."

"Tau apa?"

Ini jelas pertanyaan yang jawabannya lebih mudah tetapi sulit disampaikan. Arga mendadak menjadi kikuk lagi saat Naomi menatapnya begitu fokus. Ia tahu Naomi menyayanginya, sebab wanita itu menunjukkan melalui sikapnya. Meski kadang melotot, dan kadang sebal sekali, tetapi Arga tahu Naomi masih menyayanginya.

"Jangan sok tau!" sentak Naomi dengan suara menggeram. "Bisa saja aku pura-pura sayang sama kamu. Kalau aku selingkuh mana kamu tau!"

"Naomi."

"Lagi pula, kalau kamu merasa cukup hanya dengan keyakinan kamu sendiri, perempuan nggak cukup dengan itu. Dengar." Naomi menggunakan kesempatan jeda itu untuk menarik napas panjang. "Perempuan butuh diyakinkan sama tindakan dan omongan. Ya... enggak semua, sih. Ada yang cukup sama tindakan, tapi aku tetap butuh pengakuan kamu."

Arga mengerjap ketika tiba-tiba bibirnya mendapat sentuhan tangan Naomi yang lembut dan hangat. "Ini, Ga, lebih baik dimaksimalkan manfaatnya. Buat bicara banyak sama aku, buat ciuman..."

Ekhem...! Ekhem...! Arga memalingkan wajahnya yang telah kaku dan panas ke arah kanan, sementara di samping kirinya Naomi tertawa keras seolah baru saja melihat badut yang bergoyang.

"Kamu senang enggak, kalau aku bilang sayang sama kamu?" tanya Naomi setelah meredakan tawanya sendiri.

"Suka."

"Tuh, kamu saja suka. Aku juga pasti sukaaa banget kalau kamu bilang, 'Naomi, aku sayang sekali sama kamu' gitu."

Jelas itu bukan gaya Arga sekali. Naomi tidak berniat menuntut soal hal seperti itu. Arga punya love language sendiri yang bisa membuat Naomi yakin bahwa lelaki ini memang serius sekali dengannya. Tidak harus dengan kata-kata manis dan romantis, dengan Arga yang biasa saja pun cukup untuk Naomi. Entah kenapa ia tidak pernah dibuat khawatir bahwa Arga akan bermain di belakangnya.

Setelah menghela napas pelan, mengukir senyum lebar di wajahnya, Naomi membenarkan posisi tidurnya. Ia pamit pada Arga untuk tidur, dan lelaki itu hanya bergumam kecil sebagai jawaban. Tak lama setelah memejamkan mata, Naomi merasa Arga memeluknya dari belakang, kepalanya dikecup, lalu setelah beberapa menit terjeda, lelaki itu berbisik pelan sekali:

"Aku... cinta... kamu."

***

Lagi-lagi, setelah memuntahkan hampir sebagian besar isi perutnya—atau mungkin semuanya—Naomi berakhir terkapar tak berdaya. Arga melihat itu sebagai derita yang turut membuatnya tersiksa, gelisah dan bingung harus melakukan apa. Ia duduk di depan Naomi yang berbaring di sofa dan menyerahkan segelas air putih untuk melunturkan rasa pahit di mulut wanita itu.

"Kamu kok enggak kerja?" tanya Naomi dengan nada heran selepas menenggak dua tegukan air minum.

"Izin."

"Enggak pa-pa izin?"

Arga mengangguk yakin. Papanya sendiri menyuruhnya menunggu Naomi sampai keadaan wanita ini membaik. Mungkin agak siang, atau hanya jika sedang dibutuhkan di kantor, ia akan berangkat kerja. Sebelum itu, ia akan menunggu Naomi di rumah. Menggantikan pekerjaan wanita itu yang terhambat, dan... barangkali juga memasak.

Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang