Kadang-kadang, Naomi merasa sangat jenuh hidup bersama Arga yang kurang imajinatif itu. Namun di lain kesempatan, ia merasa sangat beruntung karena menikah dengan lelaki yang tidak banyak bertingkat, tidak memiliki kejutan yang membuat ia sakit jantung apa lagi sakit hati, dan yang terpenting, tidak protes dengan sifatnya yang menyebalkan. Meski, Arga sebetulnya lebih menyebalkan di matanya.
Malam telah larut saat lelaki itu keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk putih dan, ya Tuhan, Naomi belum pernah mengatakan ya kalau ia benci kebiasaan Arga yang keluar kamar mandi dengan rambut masih basah? Ia benci kebiasaan itu. Namun, alih-alih mengomel, ia memilih merapatkan selimut di tubuhnya sembari melihat Arga yang memakai piyama warna ungu dengan gambar beruang.
"Kamu makin lama makin nggak tau malu lho, di depanku, Ga," cibirnya dengan pandangan mencemooh.
"Kenapa?"
"Pakai baju di kamar mandi kan, bisa. Nggak harus di depanku kayak gini."
Arga hanya menatapnya dengan pandangan aneh. Barangkali dalam kepalanya sedang muncul pertanyaan kenapa harus malu kalau Naomi pun sudah melihat semua bagian tubuhnya. Tidak sekali, tidak dua kali, tapi berkali-kali.
"Terserah Ayang Arga deh, terserah." Naomi mendengus malas. "Matikan lampunya. Jangan lupa pakai parfum. Bau sabun mandi kamu nggak enak, tahu?"
Setelah selesai berpakain, Arga memakai parfum di beberapa bagian tubuhnya, lalu mematikan lampu dan menghidupkan lampu tidur, baru naik ke atas ranjang. Ia tak sengaja menyentuh tubuh Naomi di balik selimut, dan menyadari bahwa wanita ini belum berpakain juga.
"Kamu juga nggak malu," katanya datar. "Nggak pakai baju."
"Kan, aku belum mandi."
"Tapi bisa pakai baju walaupun nggak mandi."
Bibir Naomi terbuka beberapa saat, dan menutup lagi saat merasa tidak bisa membantah Arga. Ia menggeser tubuhnya ke pinggir ranjang, lalu susah payah meraih pakaian yang masih berserakan di lantai.
"Lagian kamu ngapain mandi jam segini." Sambil memakai celana, ia kembali mengomentari kegiatan lelaki itu. "Biasanya juga lewat tengah malam kebangun lagi. Besok pagi kamu mandi lagi dong."
"Nanti malam enggak."
"Yakin enggak akan bangun?"
Arga mengangguk, tetapi Naomi tidak percaya. "Awas ya kalau bangunin aku," katanya agak mengancam.
"Biasanya kamu juga bangunin aku."
Oh... oke. Naomi kembali tidak dapat berkata-kata mendengar balasan Arga. Ya... memangnya hanya Arga yang boleh bangun malam dan membangunkannya dan memancingnya untuk melakukan percintaan? Tentu Naomi juga boleh, dan Arga juga kelihatan senang-senanng saja kok! Nyebelin!
Selesai berpakaian, Naomi langsung berbaring nyaman tepat di samping Arga. Ia menghirup wangi tubuh Arga yang sudah berpadu dengan parfum dan itu sangat cocok untuk hidung hamilnya. Ketika Arga menaikkan lengannya ke atas kepala Naomi, seolah ia dapat undangan untuk memeluk lelaki itu sepanjang tidur malam ini. Tumben manis, batinnya, dan seketika buyar saat Arga bertanya:
"Suka bau ketekku, ya?"
"Kamu kira aku apa?"
"Anak-anak biasanya suka sembunyi di ketek ayahnya," lelaki itu berkata dengan nada yang agak antusias.
"Terserah Ayang Arga deh."
"Kenapa gitu?"
"Apanya?"
"Panggilnya."
Naomi memejamkan mata sesaat untuk meredam emosi yang mendadak memuncak di dalam dirinya. Ia ingin marah pada Arga karena lelaki itu harus menanyakan pertanyaan yang sepele sekali, dan tidak penting sekali, dan Naomi tidak punya jawaban yang cocok untuk Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini
RomansaSaudari Naomi Priska Sastraperwira, maukah kamu melihat saya setiap bangun tidur? Lalu ketika pulang kerja, eh ada saya lagi, saat makan malam, saya muncul lagi. Begitu mau tidur, ternyata saya lagi yang disamping kamu. Ketika kamu lagi PMS dan ngga...