27. I Love You
“Jujur, siapa yang kasih kamu ide bikin kejutan kayak gini?”
Tanpa berhenti mengatur letak bunga-bunga mawar warna-warni, Naomi bertanya dengan nada yang masih heran bercampur kesal. Ia mengamatinya dengan kening berkerut dan bersumpah tidak akan membeli bunga sebanyak ini lagi lain kali. Cukup satu kali ini. Lagian, Naomi tidak terlalu suka bunga. Untuk sekarang ia lebih suka makanan dan uang. Betapa bahagianya ia jika Arga tiba-tiba datang dan memeluknya sambil menyelipkan lembaran uang di tangannya.
Ugh... Namun bagaimanapun ia harus menghargai usaha suaminya untuk bersikap romantis. Ia harus mengerti bahwa Arga pasti melakukan usaha yang besar untuk memberi Naomi kejutan yang bukannya mengejutkan malah menyebalkan.
“Temanku,” jawab Arga dengan suara pelan. “Katanya istrinya suka bunga dan burung. Dia pernah bikin kejutan beberapa kali, tapi yang seperti ini yang paling bikin istrinya senang.”
“Nggak semua istri suka sama hal seperti ini lho...”
“Iya.”
Bunga-bunga itu selesai disusun di ruang keluarga. Kini rumah yang sempit menjadi semakin sempit saja. Besok pasti bunganya berubah menjadi layu dan akan kering, lalu sedikitnya meninggalkan kotoran di lantai. Namun, tidak selalu buruk juga. Rumahnya jadi punya aroma yang lebih baik dan Naomi tahu ia suka aroma mawar ini. Ia berencana akan membeli pengharum ruangan dengan aroma mawar yang khas sehingga hidungnya tidak akan rewel dengan bau rumahnya sendiri.
“Selesai urusan bunga. Sekarang urusan Keke dan Koko,” kata Naomi dengan jengah, menatap Arga yang meringis sambil mengusap tengkuk. “Aku nggak bisa dan nggak pernah rawat burung, Ga.”
“Aku bisa.”
“Okay... Jadi burung itu urusan kamu dan aku siapkan buat makan malam. Kamu mau minum apa?”
Arga mengusap telapak tangannya yang mendadak terasa gatal. “Apa pun, kecuali kopi,” jawabnya kemudian berlalu menuju kandang burung yang penghuninya sedang terlelap.
Ia perhatikan sepasang burung itu saksama. Malam hari mereka tidur, tidak rewel dan tidak menuntut perhatian. “Anak pertama kita,” gumamnya dengan nada tak serius, sayangnya terdengar sampai telinga Naomi dan wanita itu langsung menyalak seperti anjing hamil yang galak.
“Anakmu saja. Aku nggak suka hewan. Aku nggak mau dianggap ibu sama burung.” Lalu, dengan nada yang nyinyir Naomi menambahkan, “Lagian, laki-laki bisa jadi ibu untuk hewan peliharaannya.”
Arga tidak bisa melakukan apa pun selain meringis kecil. Ia meninggalkan burung yang tidak butuh perhatian itu untuk mendekati Naomi dan memperhatikan bagaimana wanita itu sungguh cekatan mempersiapkan makan malam mereka. Arga ingin coba membantunya—atau lebih tepat membuat rusuh di kekuasaan istrinya—tetapi urung saat teringat ia telah melakukan hal yang sampai membuat Naomi ingin ngamuk terus malam ini.
Arga yang tidak merasa salah pun kadang dipandang Naomi sebagai sesuatu yang sangat salah, apa lagi sekarang? Ia tidak mau berakhir tidur di luar kamar seperti nasib kawannya itu.
“Maaf ya karena marah padahal kamu niatnya cuma mau kasih kejutan. Tapi... ini sebagai pelajaran ke depannya saja. Daripada beli bunga-bunga sebanyak itu, mending kamu ajak aku dinner di restoran.” Selesai mempersiapkan semuanya, Naomi berdiri di depan Arga dan menyentuh pundak lelaki yang sejak tadi kelihatan tertekan itu. “Aku nggak suka bunga. Tapi sesekali kamu kasih, satu buket atau satu tangkai saja enggak usah kebanyakan, itu bakalan bikin aku senang banget.”
Arga tersenyum lebar untuk keterbukaan Naomi. Ia mengangguk dan menangkup wajah Naomi lalu menghadiahinya satu kecupan romantis di bibir. Seharusnya ia memang tanyakan langsung pada Naomi soal apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, soal apa yang diinginkan dan segala hal soal itu. Sepertinya opsi itu menjadi yang paling mudah.
Sementara Naomi dibuat agak blingsatan. Jantungnya jadi berdebar-debar dan ia merasa Arga berubah menjadi lebih romantis dan banyak bicara akhir-akhir ini. Itu baik sekali tentunya, tetapi Naomi belum bisa beradaptasi dengan baik. Ia masih saja seperti anak SMA yang grogi dan gugup ketika diperlakukan demikian manis.
“Naomi,” sebut Arga ketika ia hendak duduk di kursi. Ia menoleh dan mendapati Arga yang mengedip beberapa kali, seperti akan mengatakan sesuatu tetapi entah kenapa terlihat sulit sekali.
“Ya? Kamu mau bilang apa lagi?” tanyanya tak sabar.
Arga berakhir menggeleng, tersenyum kecil dan mempersilakan Naomi untuk segera duduk di kursi. Wajah Naomi tampak keberatan tetapi tidak bertanya lebih jauh. Sementara Arga sendiri masih kikuk dan gugup, padahal ia hanya ingin mengatakan sesuatu yang ia rasa perlu untuk disampaikan: I love you. Namun, entah kenapa lidahnya kelu, jantungnya berdebar-debar keras dan ia mengeluarkan keringat dingin.
***
Di pagi yang dingin, Naomi harus merasa kagum ketika tidak mendapati dirinya sendiri memuntahkan isi perut yang kadang kala kosong. Begitu ia membuka mata, yang menusuk hidungnya adalah aroma mawar yang pekat dan khas. Tubuhnya terasa rileks dan nyaman. Ia suka momen ini, dan ia agak menyesal karena sudah marah pada Arga yang membeli banyak sekali buket mawar.
Naomi memiringkan tubuhnya ke Arga saat menyadari lelaki itu menggeliat pelan. Ia tersenyum kecil dan menyapanya.“Hai.”
Arga hanya bergumam serak, matanya masih mengantuk.
“Aku nggak muntah lho...”
“Oh, ya,” kata Arga agak antusias, tetapi bercampur dengan wajah yang tetap saja mengantuk.
“Aku suka aroma mawarnya.” Naomi mengusap dahi Arga yang berkerut dengan ibu jarinya. “Terima kasih ya. Tapi tetap saja jangan beli sebanyak ini lagi.”
“He'em.”
Gemas dengan sahutan Arga yang singkat dan serak, Naomi berakhir memberi ciuman pagi untuk lelaki itu. Arga hanya bergeming menerimanya. Begitu terlepas, ia mendorong tubuh Naomi untuk berbaring dan memeluknya sebelum memejamkan mata lagi.
Malamnya berlalu begitu panjang dengan pekerjaan yang padat. Ia lakukan bukan karena kewalahan mengurus pekerjaan, tetapi karena ia kira harus menemani Naomi di pagi hari, mengurus rumah dan memastikan istrinya sarapan dengan layak. Itu semua adalah pekerjaan yang butuh waktu lama untuk selesai.
“Capek, ya? Tidur lagi enggak pa-pa. Aku bisa masak pagi ini. Nanti kalau sudah siap aku bangunin.”
“Aku ikut.”
“Ikut masak?”
“Iya.”
Naomi menatap langit-langit kamar mereka yang putih bersih. Ia mengusap kepala Arga dan berkata lembut, “Lain kali aja ikut masak. Sekarang istirahat. Kamu kelihatan kurang tidur banget. Mumpung aku sehat, nih."
Sepertinya itu bukan pilihan buruk. Arga melepaskan Naomi dengan sedikit perasan tak rela, sebab ia memang suka dekat-dekat Naomi dan apa lagi tidur berhimpit dengan wanita itu.
“Kalau mual bangunin.”
“Oke... Aku nggak sungkan kok ngerepotin kamu setiap hari,” sahut Naomi sembari terkekeh. Ia melesat ke luar kamar sesaat kemudian, meninggalkan Arga yang tersenyum kecil sebelum memejamkan mata lagi.
Ia bermimpi, seorang anak lelaki di pangkuan Naomi. Anak lelaki yang manis dan menggemaskan, yang cerewetnya hampir sama dengan Naomi. Ia rasa ia begitu bahagia karena memiliki mereka berdua: anak lelaki dan Naomi.
Hm ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini
RomansaSaudari Naomi Priska Sastraperwira, maukah kamu melihat saya setiap bangun tidur? Lalu ketika pulang kerja, eh ada saya lagi, saat makan malam, saya muncul lagi. Begitu mau tidur, ternyata saya lagi yang disamping kamu. Ketika kamu lagi PMS dan ngga...