30. Masakan Naomi
Arga menggulung lengan kemejanya sampai siku dan menghampiri Naomi yang sibuk sekali di dapur sampai tak sempat menyiapkan kemeja untuk Arga. Biasanya, Naomi selalu menyiapkannya, memilihkan warna yang berbeda setiap hari, atau warna yang sama dengan motif berbeda. Pagi ini wanita itu meminta Arga memilih sendiri karena pekerjaan di dapur menyita perhatiannya.
“Perlu dibantu?” tanya Arga begitu tiba di samping Naomi.
“Hai!” seru Naomi terkejut. “Nggak perlu repot-repot, okey. Biar aku yang urus semuanya. Kamu tunggu sebentar dan duduk saja.”
“Kamu kelihatan repot.”
“Nggak serepot tadi. Hampir selesai.” Naomi mendorong tubuh suaminya agar menjauhinya. Ia membuang napas keras, bukan sebab kesal, melainkan karena beberapa hari terakhir ia selalu gugup berlebihan di dekat Arga.
“Aku nyicip.”
“Kamu akan sarapan sama semua ini,” kata Naomi masih kukuh.
“Kenapa?” tanya Arga dengan bingung. “Biasanya kamu minta nyicipin.”
“Kecuali hari ini,” sahut Naomi tanpa berpikir panjang. Ia mematikan satu kompor ketika merasa sambal warna merah yang berasal dari tomat dan cabai merah itu matang. “Ini masakan pertamaku bikin nasi uduk, sambal terasi yang beda, oseng mie dan orak-arik tempe. Kejutan rasanya.”
Arga mengangguk. Namun ia masih enggan beranjak. Ia punya kegiatan pagi yang rutin ia lakukan beberapa hari ini. Danial menyarankannya: mencium istri pagi hari, lebih baik di saat bangun tidur, atau ketika istri memasak, dan jangan pernah lupa sebelum berangkat kerja. Omong-omong, ia suka kegiatan itu. Kecuali bangun tidur, karena bau mulut itu tidak sedap sekali.
Maka, dengan tanpa kecanggungan karena ia telah melakukannya beberapa kali, Arga mendekap pundak Naomi dan mengecup pipinya kemudian berlalu untuk duduk di kursi meja makan sambil mengamati Naomi yang meneruskan masak. Arga tahu pertama kali wanita itu mengeluarkan reaksi yang sama ketika mendapat kejutan; melebarkam bola mata dan wajahnya memerah. Selanjutnya, Naomi lebih santai.
Namun, Arga tidak tahu bahwa Naomi selalu berdebar-debar dibuatnya. Naomi senang dan sesuatu di dalam diri Naomi seperti halnya kembang api yang dinyalakan bersama-sama. Meletup penuh kebahagiaan.
Itu kebiasaan pagi yang Naomi harapkan sejak dulu. Kini, ia peroleh, dan ia selalu senam jantung setiap kali Arga melakukannya.
Yang belum bisa Arga lakukan sampai sekarang hanyalah mengatakan pada Naomi dengan suara tegas, lugas dan tanpa keraguan: Aku mencintai kamu, aku menyayangi kamu dan aku sama sekali ingin tua bersama kamu, anak-anak dan barangkali juga cucu-cucu.
“Kamu sudah siapkan obat mualnya? Jangan ketinggalan lagi,” kata Naomi mengingatkan, sebab kemarin Arga menelepon dan mengeluh mual di siang hari karena obatnya tertinggal di rumah.
“Sudah di tas.”
“Aku nggak bawakan bekal juga buat kamu. Habisnya bikin nasi uduk, nggak cocok buat makan siang.”
“Bawa saja.”
“Yakin? Nggak mau beli saja?”
Arga menggeleng. “Bawa itu saja.” Entah sejak kapan, ia tidak terlalu suka dengan masakan luar. Masakan Naomi menjadi yang ia favoritkan.
“Nanti pulang biasa atau ada lembur?”
“Biasa.” Arga mengetukkan jarinya ke meja dengan tatapan lurus ke Naomi. “Lembur di rumah,” katanya dengan suara ragu-ragu.
“Mau makan sesuatu? Aku pulang naik taksi saja ya, agak siangan. Nanti mampir ke supermarket. Kamu mau makan apa malam nanti?”
“Apa saja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini
RomansaSaudari Naomi Priska Sastraperwira, maukah kamu melihat saya setiap bangun tidur? Lalu ketika pulang kerja, eh ada saya lagi, saat makan malam, saya muncul lagi. Begitu mau tidur, ternyata saya lagi yang disamping kamu. Ketika kamu lagi PMS dan ngga...