37. Penuh Cinta
Naomi memang lemah. Seharusnya ia bisa lebih marah pada Arga, menghukum lelaki itu dengan mendiamkannya. Namun hanya karena mendengar Arga meminta maaf dengan tulus dan wajah penuh rasa bersalah pun, ia sudah tidak kuasa menolak lelaki itu. Ia biarkan Arga memeluknya yang masih memangku Defandra. Lelaki itu menggunakan kesempatan dengan baik, meminta perhatian Naomi dengan meringsekkan kepalanya ke leher Naomi.
Naomi dengan susah payah harus meladeni Defandra dan Arga yang manja. Namun tentu ia tidak bisa menghidarkan Arga dari gerutuannya soal kekecewaan pada sikap lelaki itu.
"Lain kali kamu dengar dulu dong, jangan asal marah kayak tadi."
"Aku kaget." Arga mengusapkan hidungnya ke pundak Naomi sebelum berkata lagi, "Kamu main HP, Defan nangis."
"Ya kamu pikir aku sinting biarin anakku nangis terus main HP? Kesannya kayak aku nggak ngurusin Defan. Padahal dari pagi sampai jam segini aku mau makan pun nggak bisa."
Arga sungguh menyesali perbuatannya tadi. Ia sendiri diterpa rasa lelah yang membuatnya mendadak terserang emosi mendengar tangisan bayi di rumah. Ia melupakan ponselnya yang seharian tertinggal di mobil. Biasanya Naomi menyambutnya dengan senyuman lelah, tiba-tiba hari ini ia melihat hal yang lain.
"Aku ambilin makanan, ya?" Ia menawarkan hal yang sama lagi, tetapi kali ini Naomi mengangguk. "Mau apa?"
"Apa saja deh, aku laper banget."
Naomi pasti tidak bohong. Seharian mengurus Defandra tanpa makan apa pun bukan hal yang mudah. Arga buru-buru turun dari ranjang dan melesat ke dapur, mengambil beberapa buah dan roti, meletakkan di piring dan membawanya ke kamar. Ia masih sempat melihat mamanya meliriknya dengan tatapan kecewa.
Ya, Arga bersalah kali ini, dan ia sungguh menyesal sudah marah pada Naomi.
"Nggak usah banyak juga, kan mau makan lagi nanti," kata Naomi begitu melihat banyaknya makanan yang dibawa.
"Aku gendong Defan."
"Nggak usah, gini saja nggak masalah. Kamu mandi duluan sana, nanti gantian aku."
Arga menggeleng. Ia tetap merebut Defandra dari gendongan Naomi. Ia sudah lebih pintar menggendong bayi sekarang. Mungkin karena Defandra sudah lebih besar sehingga ia tidak takut bikin tubuh bayi itu patah dengan tangannya.
"Aku mandi dulu ya kalau gitu? Kamu jagain dia sebentar."
"Iya," sahut Arga. Ia mengusap pipi Naomi dengan tangan kanannya. Ia tadi sungguh mengabaikan wajah Naomi yang sembab dan berantakan.
"Aku jelek banget, ya," gumam Naomi menambah-nambah kelesuan di wajahnya. "Maaf ya, belum bisa rawat diri."
Arga tahu Naomi tipe perempuan yang suka dengan perawatan, kebersihan, kerapian dan kesempurnaan. Kalau Naomi sampai tampil berantakan seperti ini, artinya wanita itu benar-benar tidak punya waktu untuk merawat diri.
Kalau benar begitu, maka seharusnya Arga yang disalahkan karena tidak bisa meringankan pekerjaan Naomi. Ia berniat meminta maaf dengan mengecup wajah Naomi, tetapi wanita itu buru-buru menjauh.
"Nggak mau, ah! Aku lagi jelek banget kayak gini, belum mandi, keringetan, mau cium-cium!"
"Sekali," kata Arga meyakinkan.
"Nggak. Bau."
Selanjutnya Naomi sudah turun dari ranjang. Menyambar handuk dan mengambil pakaian, lalu menghilang di balik pintu kamar mandi yang ditutup. Arga juga menyadari, perlahan-lahan, Naomi kembali menjadi kurus. Namun bukan jenis kurus karena diet, tetapi kurus karena keadaan yang menuntut wanita itu mengeluarkan banyak energi seorang diri.
Arga beranjak dari kasur dengan hati-hati. Sambil menggendong Defandra, ia menuju dapur dan duduk di kursi. Ia perhatian mamanya yang cekatan memasak dan mengingat mamanya kadang-kadang marah pada papanya karena tidak pernah diajak jalan keluar. Ia mengingat lagi, selama menikah, berapa kali ia ajak Naomi jalan keluar.
Sedikit. Setelah melahirkan, ia belum pernah mengajak Naomi makan di luar. Ia juga tidak memberinya hadiah apa-apa. Ia hampir lupa Naomi mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan Defandra. Sebelumnya Naomi mempertaruhkan hidupnya yang sejahtera untuk menikah dengan Arga, lalu mempertaruhkan tubuhnya untuk mengandung Defandra.
"Ma," sebutnya pelan dan ragu-ragu. "Besok nitip Defan sebentar boleh?"
"Memangnya mau ke mana? Sebentarnya seberapa lama?" Mama Nad langsung menoleh dengan tatapan menyelidik.
"Dua jam sampai tiga jam."
"Terus Defan susunya gimana dong?"
"Nanti dipompa sebelum pergi."
Mama Nad menghela napas dan menatap Arga dengan lebih lembut. "Memang Naomi mau? Mama nggak pa-pa dititipin asal ASI-nya ditinggalin."
Arga juga tidak tahu apakah Naomi mau diajak pergi atau tidak. Kalau Naomi mau, ia akan membawanya pergi. Kalau Naomi tidak mau, mereka hanya akan di rumah berdua selama beberapa waktu.
"Makasih, Ma."
"Sama-sama. Jangan marah lagi sama Naomi kalau Defan sakit."
Arga mengangguk.
Ia kembali membawa Defandra ke kamar, duduk di ranjang sembari menatapi bayinya yang wajahnya sudah berubah sejak pertama lahir dulu. Kini, ia bisa melihat bibir Defandra yang mirip sekali dengan Naomi, dahinya yang menyerupai Naomi, alis dan hidungnya mirip dengannya.
Hitungan menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan Naomi muncul dengan tampilan yang lebih segar. Ia memakai piyama satin warna maroon dengan bentuk leher melingkar. Arga hampir nyeletuk 'semakin kurus banget' menyadari tulang selangka Naomi sudah terlihat menyembul.
"Aku bantu mama masak sebentar, ya. Atau kamu mau mandi sekarang?"
"Sini," kata Arga melirik tempat di sebelahnya.
"Kenapa?" Naomi mengikat rambutnya sebelum duduk di sebelah Arga. "Ya sudah, kamu mandi dulu deh. Jangan lama-lama, ya, aku mau bantuin mama masak."
"Biar Mama masak sendiri, nggak usah bantuin. Kamu istirahat saja di kamar." Kalimat mamanya di luar kamar bikin Naomi terkaget-kaget. Ia buru-buru menengok apa yang tengah di lakukan mama mertuanya dan syok begitu melihatnya.
"Mama nggak usah beresin. Biar aku yang beresin sendiri nanti."
"Nggak pa-pa. Kamu istirahat dulu, tidur kalau bisa tidur mumpung Defan lagi nyenyak tidurnya."
"Tapi Mama jadi repot kalau begini..." Naomi hampir menangis ketika tidak bisa merebut sapu di tangan mamanya. "Mama sudah bantuin jaga Defan aku sudah makasih banget, nggak perlu bersihin rumah. Biar aku bersihin kalau Defan tidur."
"Nggak usah... kamu istirahat sekarang. Nanti keluar buat makan."
Naomi menyesali dirinya yang tidak berdaya. Ia mengusap wajahnya yang basah lagi karena air mata. Serta merta mengetahui menantunya menangis, Mama Nad langsung berkata,
"Kamu kok jadi cengeng hari ini? Capek banget, kan? Makanya istirahat saja, nggak usah mikirin bersih-bersih. Mumpung Mama di sini, mumpung ada Arga yang jagain Defan. Ini waktu kamu buat me time."
Naomi mengangguk, "Aku bantu masak, ya."
"Enggak usah, Naomi. Kalau kamu mau bantuin, Mama pulang sekarang juga."
"Aku bisa kok. Sudah seger, sudah enakan."
"Pokoknya kalau kamu berani sentuh pekerjaan Mama sekarang, Mama pulang."
Naomi cemberut dengan keputusan itu. Ia berjalan mendekati mama mertuanya dan memeluknya dengan erat. "Maaf ya belum bisa jadi menantu Mama yang terbaik."
"Kamu sudah yang terbaik," balas Mama Nad sembari mengusap kepalanya dengan sayang. Ia segera mendorong Naomi menjauh agar pekerjaannya cepat selesai.
Di kamarnya, Arga tersenyum kecil mendengarperdebatan romantis itu. Ia mencium pipi Defandra yang gembul sembari berbisiklembut, "Perempuan selalu begitu."
***
Lagi, Nexttt???
Full story udah ready di KaryaKarsa ya ♥️♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini
RomansaSaudari Naomi Priska Sastraperwira, maukah kamu melihat saya setiap bangun tidur? Lalu ketika pulang kerja, eh ada saya lagi, saat makan malam, saya muncul lagi. Begitu mau tidur, ternyata saya lagi yang disamping kamu. Ketika kamu lagi PMS dan ngga...