21. Senyum....

30.1K 3K 24
                                    

21. Senyum...

"Jadi?"

Naomi berjalan dengan sempoyongan, sementara Arga kesulitan membantunya sebab harus membawa tas besar dan berat serta tas bekal makanan. Namun meski ngantuk setengah mati, Naomi tetap mengingat kesepakatannya dengan Arga sebelum ia jatuh tertidur tadi.

"Mau ke hotel?" tanyanya, tidak serius tapi berharap diseriusi oleh Arga.

"Di hotel sama di rumah," kata Arga, terjeda. "Sama."

"Beda." Buru-buru Naomi menjelaskan apa yang ada dalam pikirannya. "Di hotel kita dapat nuansa yang romantis, view bisa cari yang bagus, sama dapat suasana baru. Enggak di rumah terus, monoton."

"Ya sudah."

"Ke hotel?"

"Ya."

Sekarang, Naomi menagihnya. Namun Arga malah terdiam, menatap lurus ke depan sementara pundaknya terasa keberatan membawa beban yang ada di tasnya. Ia sebetulnya suka dengan ide Naomi. Namun, ia juga memikirkan kualifikasi hotel yang disebutkan Naomi tadi: romantis, pemandangan bagus, suasana baru.

Arga sudah mencari di internet mengenai beberapa hotel yang barangkali akan disukai Naomi. Namun, sungguh, semuanya penuh. Tidak bisa memesan kamar dadakan seperti ini. Ia tentu sabar menunggu sampai esok, atau lusa, atau seminggu lagi. Namun melihat mata Naomi yang ngantuk tapi masih tampak penuh harap, ia tak tega menyatakan penolakan.

"Arga..."

Tiba di depan lift, Naomi berakhir menyandar di lengannya yang sudah berat menenteng tas makanan.

"Jadi enggak, nih? Aku udah ngantuk banget?"

"Mau tidur?"

"Jadi enggak kita?" tanya Naomi, kelihatan mulai kesal.

Arga menghela napas. Bunyi pintu lift yang terbuka di depannya membuat ia agak kelimpungan. Ia meletakkan tas makannya ke tangan kiri dan menggandeng Naomi yang tampaknya sangat ngantuk untuk masuk lift. Wanita itu mengerjap, lalu setelah menyadari tiada orang lain di lift, segera menyandarkan tubuhnya ke pundak Arga.

"Ngantuk banget, sih, ya ampuuun...!" gerutunya, dan lagi-lagi ditambahkan keluhan yang lain, "Laper banget lagi."

Arga tak tahu harus merespon bagaimana. Ia hanya mengusap lengan Naomi, sementara wanita itu cemberut. Selama Arga meninggalkannya untuk kerja, ia hanya tiduran di sofa dan berakhir tidur sungguhan. Setelah beberapa lama kemudian, Arga baru membangunkannya untuk pulang.

Dengan alasan itu, ia tentu saja heran dengan keluhan Naomi. Bagaimana bisa masih ngantuk sementara beberapa jam lamanya wanita itu habiskan untuk tidur saja? Dan lagi pula, ini sore hari. Setahunya, enggak baik tidur di waktu sore begini.

Pintu lift terbuka lagi setelah melewati beberapa lantai. Naomi segera beringsut ke belakang Arga, masih dengan merangkul lengannya, dan lalu kini menyandar di pundak belakang Arga. Wanita itu tak bersuara lagi sampai lift mencapai lantai terbawah. Selanjutnya ia buru-buru menarik Arga meninggalkan gedung kantor itu.

"Yuk, beli makan dulu, Ga. Aku laper banget lho..."

"Makan apa?"

"Sushi gimana?"

Arga mengangguk.

Tanpa malu-malu Naomi buru-buru menarik Arga menuju parkiran mobil begitu mendapati anggukan suaminya yang bikin dia senang bukan kepalang. Bukankah membahagiakan Naomi bukan perkara sulit? Pikirnya, dan melanjutkan mengutuk lelaki itu sebab tidak pernah terlihat berusaha keras dalam membuatnya bahagia.

Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang