Gue ditinggal tidur, nih? Serius?
Naomi membuang napas kesal, menyerupai dengusan. Ia menatap lelaki yang telah mengisi sebagian ranjang besarnya sembari mengumpat dalam hati.
Malam pertama, coy! Gue ditinggal tidur! Biasanya yang ninggalin tidur mah cewek karena takut diperawanin, ini malah cowok. Jangan-jangan dia takut diperjakain?!
Dengan kesal, Naomi duduk di tepian ranjang. Ia menarik selimut sampai menutupi tubuh lelaki itu sebatas dada, lalu meraih ponsel di nakas, membuka pesan WhatsApp yang masuk dari teman-temannya. Sebagian besar memberi selamat dan doa, sebagian kecil, tepatnya hanya dua, membahas soal malam pertama.
Kalau bisa bobol keperawanan malam ini, gue traktir makan seminggu di kantor, Mi.
Itu dari Gia yang bekerja di kafe Ken, pacar Gia sendiri. Sementara dari Ayna:
Taruhan deh, dulu gue gagal sih pertama kali. Lo kalau berhasil, gue beliin lingerie lima biji.
Jelas saja bakalan gagal! Naomi memutar bola matanya, membalas dengan stiker unyu dan mengembalikan ponsel ke nakas. Ia mengamati tidur suaminya, Arga, yang nyenyak. Arga pasti jujur saat malas membuat resepsi karena akan capek luar biasa. Namun, keluarga besar Naomi dan Arga ingin diadakam resepsi besar. Arga anak tunggal, Naomi anak pertama.
Bagus, kini anak tunggal dan anak pertama disatukan. Keras kepala lawan keras kepala. Egois lawan egois.
Naomi membuang pikiran itu, menatap Arga lagi. Mau dibangunin? Ia ragu. Arga memang sudah jadi suaminya, tapi mereka masih canggung. Pendekatan hanya dua bulan, itu pun enggak berhasil dekat banget.
Maksudnya, Arga itu pendiam. Tanya sekadarnya, sebutuhnya, secukupnya. Bicara pun begitu.
Setelah mempertimbangkan beberapa saat, Naomi memutuskan ikut tidur. Parfum yang sudah ia siapkan kini sia-sia. Baju tidur minim—enggak minim banget, tapi menampilkan separuh pahanya dan belahan dadanya—juga percuma. Ia menggerutu kesal.
Ketika matanya sudah terpejam, tiba-tiba suara Arga terdengar.
"Mi."
Duh, berasa dipanggil Mami enggak, sih?
"Mau tidur?"
"Kamu kan yang tidur duluan." Naomi langsung kehilangan rasa ngantuk.
"Nggak sengaja." Arga duduk, menyibak selimut. "Kamu lama."
"Mandinya?"
Arga mengangguk jujur. Naomi mengedik, namanya menghapus make up, mengurus rambut yang kaku, badan yang lengket dan capek, jelas akan lama. Namun ia malas menjelaskan itu pada Arga.
Arga turun dari kasur, mengambil baju yang tadi dipakai saat resepsi. Naomi bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Ternyata mengeluarkan amplop-amplop yang tersembunyi di saku. Naomi berbinar, ada banyak. Dari saku celana, saku jas sampai saku kemeja.
"Kok aku nggak sadar ya kamu disalamin sambil diamplopin?" Naomi bergerak turun dengan cepat. "Kenapa nggak dimasukin ke kotak langsung? Kan ada namanya, nggak mungkin ilang juga."
Setelah semua amplop ditumpahkan di atas kasur, Naomi duduk bersila. Arga duduk di sebelahnya, menatapnya ragu.
"Buka?"
"Enggak usah, buang aja. Kan ini cuma sampah. Ya dibukalah, Arga." Naomi melirik gemas. Tangannya meraih satu amplop, tebal. Kayaknya dia tahu kenapa amplop ini enggak dimasukkan ke dalam kotak, karena isinya spesial, alias banyak banget.
"Kamu nggak ada utang, kan?" tanya Naomi. Ia enggak ingin menemukan kertas bertuliskan bayar utang di dalam amplop nanti.
"Ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Suamiku: Jangan Lupa Banyak Bicara Hari Ini
Storie d'amoreSaudari Naomi Priska Sastraperwira, maukah kamu melihat saya setiap bangun tidur? Lalu ketika pulang kerja, eh ada saya lagi, saat makan malam, saya muncul lagi. Begitu mau tidur, ternyata saya lagi yang disamping kamu. Ketika kamu lagi PMS dan ngga...