Terkadang kehidupan ini sangatlah asing dan sunyi. Terkadang aku takut sekedar untuk membuka mata di pagi hari saja yang seharusnya disambut dengan kegembiraan karena Tuhan yang masih memberi umur.
Tapi sepertinya aku berbeda.
Aku hanya ingin terus menutup mata ini tidak ingin menyambut datangnya sinar mentari di pagi hari.Shua Jung.
-00-
Tiga puluh menit yang lalu Jeno berjalan sendirian menyusuri jalanan sepi yang sengaja ia pilih agar pikirannya bisa sedikit tenang.Sampai dimana ia menghentikan langkahnya di taman kota yang mulai ramai akan pengunjung. Ia terduduk di kursi taman sendirian. Memperhatikan sekitar, orang-orang yang terlihat sangat bahagia mereka seperti lupa jika kematian akan menjemput mereka kapan saja. Dan tawa itu, kebahagian itu akan berubah menjadi kesedihan dengan sekejap.
Matanya menerawang seolah tidak ingin berhenti mengamati orang-orang di sekitarnya.
Sampai akhirnya Jeno mendapati beberapa pelajar laki-laki yang mengenakan baju seragam khas sekolah mereka. Ia jadi teringat ketika dirinya masih hidup. Masih bisa menghirup udara segar layaknya manusia biasa. Bercanda ria bersama kemudian tertawa lepas saat melihat tingkah aneh teman-temannya. Ia lupa bahwa di depan sana apapun bisa saja terjadi, bahkan kematian sekalipun.
Jeno tersenyum pahit. Seharusnya ia belum meninggal. Seharusnya saat ini dia sedang berada di universitas impiannya. Sibuk dengan segala tugas-tugas khas mahasiswa semester akhir. Dan sesekali menghabiskan waktu bersama teman untuk sedikit menghilangkan penat. Bermain game atau pergi ke suatu tempat di pinggir jalan yang menjual ramen pedas. Atau mungkin ia bisa menjalin hubungan asmara dengan seorang gadis yang ia temui di kampusnya.
Seketika ia mencengkram kursi yang sedang ia duduki itu dengan kuat. Kenapa dia tidak mengingat sedikitpun kejadian sebenarnya dan siapa yang telah membunuh dirinya. Ia mengingat semuanya kecuali kejadian saat dirinya di lenyapkan dengan tidak wajar.
Jeno mengatur napasnya berulang kali agar amarahnya sedikit mereda. Tiba-tiba saja ia teringat kepada Nara yang telah ia tinggalkan begitu saja. Ia mengingat raut wajah itu, raut wajah cemas dan takut.
Ia merasa bersalah karena apapun yang Nara katakan semuanya benar, ia tidak boleh gegabah. Jeno hanya malu karena dirinya tidak bisa meredam emosinya sendiri dan ia sudah bersikap sembarangan dengan menuduh orang yang belum tentu pelaku yang dia cari.
Dan rasanya sangat sepi tidak ada Nara di sisinya yang biasa mengomel, mengoceh terus menerus sampai Jeno lelah menjawab semua pertanyaan yang di berikan kepadanya. Bahkan hal kecil sekalipun.
Tapi ia malu untuk menemui Nara kembali . Dia jahat karena telah meninggalkan Nara yang jelas-jelas ia tau bahwa Nara sangat takut berkeliaran jika tidak bersamanya.
"Kau bodoh Jeno,"
"Perkataan dia benar. Harusnya kau meminta maaf bukannya meninggalkan dia sendirian." Ucapnya dalam hati.
***
Di lain tempat arwah yang merasuki tubuh Nara sedang menatap buku diary yang sempat ia bawa dari ruang olahraga sekolah. Ia membuka lembar demi lembar buku diary tersebut. Debu yang menempel sangat terasa membuat jari-jari tangan yang bersentuhan dengan buku tersebut menjadi sedikit kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCANE | Lee Jeno
Mystery / Thriller[COMPLETED] "Tentang jiwa yang terpisah dengan raga.Tentang Engkau yang mencari kebenaran atas kematian yang tak wajar." Bisakah aku melihatmu lagi?ㅡArcane. [12-2021] #4 in Thriller [090222] #3 in Thriller [040322] #2 in Thriller Terdapat; - Kekeras...