CHAPTER|Thirty

32 7 1
                                    


Beberapa hari kemudian, tidak ada yang membuat keributan lagi, entah Shua atau Jaehyun dan komplotannya.

Kabar Jaehyun? Dia saat ini lebih sering menghabiskan waktunya di rumah. Menyelesaikan tugas-tugas akhir kuliahnya. Dan kali ini, Jaehyun semakin dingin kepada Jaemin. Jaemin tidak mengerti, padahal ia sudah berusaha untuk melupakan kejadian waktu itu dan ingin memperbaiki hubungan.

Setelah kejadian waktu itu, 3 hari Jaehyun tidak pulang ke rumah. Begitupun dengan Jaemin yang selalu menghabiskan waktunya diluar rumah. Saat pulang, Jaehyun nampak kusut dan beberapa luka lebam yang sudah mulai memudar terlihat di beberapa bagian wajahnya.

Entah apa yang telah dilakukan Yuta, sampai teman sekomplotannya itu menjadi seorang pendiam.

Sedangkan Nara, dirinya semakin dibuat marah oleh kelakuan Shua yang selalu sembrono.

Lima hari yang lalu, saat Shua mendatangi rumah Mark. Ia tidak menyangka Shua akan melakukan hal yang jauh diluar dugaannya seperti itu.

Parahnya, Mark tidak memberitahu Siyeon kondisi yang sebenarnya. Siyeon menganggap bahwa saat itu memang Nara yang sesungguhnya bukan Shua yang ingin membalaskan dendam kepadanya.

Bahkan, Siyeon menyuruh Mark untuk memutuskan hubungannya dengan Nara. Tidak hanya memutuskan sebuah hubungan sepasang kekasih, tapi lebih dari itu. Mark diminta untuk tidak mengenal lagi seorang Nara.

Pada malam yang terasa dingin seperti saat ini, Nara menghabiskan waktunya hanya dengan melamun.

Sudah berapa lama ia tinggal di dunia roh seperti saat ini. Rasanya baru kemarin Nara mengalami kecelakaan di sekolahnya dan insiden Shua yang merasuki tubuhnya. Semakin lama, semakin terasa rasa hampa yang ia rasakan.

Nara rindu menjadi manusia.


"Eh, ayam!" Nara terlonjak kaget saat arwah anak kecil dengan umur sekitar 6 tahunan itu mencolek dirinya jahil.

"Dek, gak boleh gitu." ujar Nara yang sekarang sudah mulai terbiasa berbaur dengan makhluk-makhluk yang menyeramkan menurutnya. Tapi seiring berjalannya waktu, dirinya mulai terbiasa walau terkadang ia terkejut bukan main ketika ada sesosok arwah yang tiba-tiba muncul dihadapannya. Atau tiba-tiba duduk disamping dirinya dan mengajaknya mengobrol.

"Kakak tampan yang selalu denganmu itu kemana?"

Memang, saat ini Nara sendirian terduduk di kursi taman.

"Dia sedang pulang ke rumah, menemui kakek dan neneknya." Yang dimaksud Nara adalah rumah sakit.

"Kenapa kamu tidak ikut?"

Sekarang anak laki-laki itu duduk disebelah Nara dengan muka polosnya. Nara bisa melihat bagian belakang kepala anak tersebut terdapat luka cukup besar, tapi masih tertutup dengan rambutnya yang cukup tebal. Sepertinya anak tersebut mengalami kecelakaan yang membuat kepalanya terluka parah.

"Aku malas." Jawab Nara asal.

Anak itu membuang napas. "Jangan malas."

"Kenapa?" Nara menoleh menatapnya.

"Tidak tahu. Hanya saja yang kata-kata itu selalu muncul di ingatanku."

" 'Jangan malas. Atau kamu akan menjadi anak yang tidak berguna.' " ucap anak tersebut mencontohkan perkataan dengan nada bicara yang selalu ia ingat itu.

"Kamu ingat siapa yang bicara seperti itu kepadamu?"

Anak itu menggeleng. "Sudah kubilang. Aku hanya mengingat perkataannya saja, tidak dengan orangnya."

"Lantas kenapa kamu masih disini? Kamu tidak pergi ke surga?"

"Aku sedang menunggu ibu. Dia bilang aku harus menunggunya."

ARCANE | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang