CHAPTER|Thirty five

29 4 1
                                    

Setelah kejadian kemarin, Shua dan Arin hubungan mereka sedikit renggang. Setelah meminta jawaban dengan memanggil nama 'Shua', Arin sempat dibuat terkejut dengan perubahan ekspresi yang sangat kontras.

Air muka yang terlihat bersahabat berubah menjadi dingin, kaku dengan sorot mata tajam bagai elang. Serta gaya bicara yang ikut berubah. Shua telah memperlihatkan dirinya yang sesungguhnya.

"Lalu, bagaimana jika benar aku bukan Nara temanmu itu?"

"Keluar dari tubuh itu, tempat lo bukan disini."

"Apa urusanmu? Jangan ikut campur."

"Tentu gue harus ikut campur. Ini menyangkut temen gue!"

"Teman? Apa kau pernah berpikir jika teman yang kau bela itu bisa saja dia mengkhianatimu?"

"Nara bukan temen lo yang telah melakukan kesalahan. Kalau pun jika itu terjadi, gue nggak akan jadi seorang pendendam kayak lo."

"Urus saja urusanmu. Jangan paksa aku untuk berbuat sesuatu kepadamu. Aku tidak mau mengotori tanganku."

Percakapan yang masih Arin ingat sampai sekarang. Terlebih dengan ucapan Shua diakhir sebelum ia pergi meninggalkannya.

Bisa dibilang saat itu dan mungkin sampai sekarang, dirinya merasa cemas. Apakah itu sebuah ancaman ataukah peringatan? Apa bedanya? Yang jelas dirinya merasa cemas dengan ucapan Shua.

Tapi ia teringat kembali apa yang dikatakan Mark, jika Shua tidak akan menyakitinya selagi tidak ada orang yang mengusik dirinya. Namun, apakah saat ini ucapan Mark masih berlaku? Bukankah Arin telah mengusik Shua?

Arin menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tenang Arin... Tenang..." Bisiknya pada diri sendiri.

"Kenapa, lo?"

Haechan sukses membuat Arin terperanjat kaget karena ulahnya itu.

"Haechan!!"

"Apasi?!" Haechan tidak mau kalah ngegas.

"Lo ngagetin gue!"

"Lagian lo ngapain geleng-geleng kepala sambil ditepuk-tepuk gitu, hah? Lo lagi ngusir setan dibadan lo?"

"Diem lo!"

"Orang mah nanya juga." Haechan melengos meninggalkan Arin yang masih setia dengan ekspresi kesalnya.

Tapi, tak lama dari itu Arin kembali memanggil Haechan. Bahkan sekarang ia yang sengaja menghampiri Haechan.

"Chan gue takut sama Shua."

Haechan membulatkan matanya saat mendengar penuturan Arin yang tanpa berbasa-basi.

"Lo udah tau?!"

"Sssuutt!! Jangan kenceng-kenceng ngomongnya. Takut nanti dia dateng bego!"

Arin menarik tangan Haechan keluar kelas. Saat diambang pintu, mereka berpapasan dengan Jaemin yang masih menenteng tas.

"Mau kemana kalian?"

"Lo juga ikut." Arin menarik tangan Jaemin.

"Ee- ehhhh! Mau dibawa kemana gue?!"

-

Dibelakang sekolah, Arin, Jaemin dan Haechan saling melempar pandangan satu sama lain, dengan posisi yang melingkar.

"Jadi...?" Haechan bersuara. Diikuti anggukan Jaemin.

Arin yang mendengar hal itu seketika  menghela napas frustasi.

"Gue takut!" Rengek Arin. Dirinya memperlihatkan ekspresi khawatir yang sangat kentara.

ARCANE | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang