Prolog

430 18 0
                                    

Senyuman terpaksa diwajahnya tidak  cukup membuat orang disekitarnya mengerti. Mereka tahu ia tidak menginginkan ini, semua hanya demi kesepakatan.

Bisnis yang memuakkan membuat Ruvha benci lahir dari keluarga gila ini. Karena menjadi anak tunggal beberapa tahun terakhir tidak membuatnya bahagia, omong kosong yang mengatakan anak tunggal dengan bergelimang harta adalah sebuah kebahagiaan.

Ia juga menyayangkan dan kesal dengan Ravan, kembarannya yang sangat egois meninggalkannya sendirian. Mengapa laki-laki itu harus meninggal 5 tahun lalu, dan kenapa harus ia yang selamat dihari itu. Padahal Ravan tahu orang tua mereka membencinya yang lahir sebagai perempuan, ditambah selamat dari kecelakaan dan dianggap kesialan bagi kakak laki-lakinya sekarang.

Sekarang entah kesepakatan apa yang mereka bicarakan, sehingga ia harus duduk manis dan mengiyakan semua yang mereka katakan. Memaksa ikatan antara dirinya dan laki-laki yang terus menatap dingin padanya.

Bahkan ia sudah lupa siapa nama lelaki itu. Yang ia tahu, laki-laki itu satu sekolah dengannya.

"Zeris sangat tampan. Benar kan Ruvha?." Kali ini Miltha, mamanya yang bicara terdengar lembut namun tidak dipendengaran Ruvha sendiri.

"Iya ma." Jawab Ruvha terpaksa juga dengan senyum yang dipaksa.

"Aku mau ajak Ruvha keluar bentar. Ada yang mau aku omongin." Ujar Zeris tiba-tiba, dibarengi Ruvha yang bingung dengan maksudnya. Sementara hanya dijawab anggukan oleh Cafar, papa Zeris. "Lagi-lagi tanpa persetujuannya." Batin Ruvha malas.

Tanpa basa basi Zeris langsung mengambil tangan Ruvha dengan lembut dan gadis itu tetap tersenyum menyadari kedua orang tuanya menatap sinis seolah berkata "Jangan lakukan hal bodoh." Kira-kira begitu.

Dirasa mereka sudah jauh, Ruvha menghentikan senyumnya dan menatap kesal Zeris yang tidak juga berhenti, terus menariknya semakin lama semakin kasar.

Sampai diluar Ruvha menghentakkan tangannya hingga terlepas, ia memegang pergelangannya yang sakit.

Zeris langsung berhenti dan berbalik, menatap tajam nan dingin gadis yang tidak lagi tersenyum itu. Ia sedikit heran, kemana senyuman munafik yang tadi tak pernah luntur.

"Kita sudah diluar, apa yang ingin kau katakan?" Tanya Ruvha to the point,  mengabaikan basa basi yang seharusnya terjadi mengingat statusnya sekarang adalah tunangan laki-laki itu.

"Harusnya aku yang bertanya." Jawab Zeris menciptakan kerut diantara alis Ruvha, karena tidak ada yang ingin ia katakan.

"Tidak usah pura-pura bingung. Apa kau memang sangat ingin bertunangan denganku, sampai tidak terpikir untuk menolak walau kita baru bertemu." Ujarnya menjelaskan maksud yang sedari tadi membingungkan Ruvha. Namun, kebingungannya belum sepenuhnya hilang.

"Jika bisa sudah kulakukan bahkan sebelum ini terjadi. Lagi pula kenapa tidak kau saja, mengingat betapa kasarnya dirimu aku yakin kau bisa melakukannya dengan mudah." Ujar Ruvha yang kini menatap Zeris seolah menantang. Melihat yang Zeris lakukan, bukankah membatalkan pertunangan merupakan hal yang sepele untuknya apalagi Cafar dan Grina, kedua orang tuanya itu terlihat sangat menyayanginya sampai semua keinginan pasti dipenuhi.

"Gue gak bisa. Kalo lo yang bilang pasti langsung setuju." Ujar Zeris dengan cara bicara yang berubah namun masih kental dengan hawa dinginnya. Ruvha hanya diam mendengar perubahan gaya bicaranya yang mendadak. Mungkinkah laki-laki itu kesal karena Ruvha mengatakan dirinya kasar.

"Tapi sekarang gak mungkin. Gak tau kalo pertemuan berikutnya." Jawab Ruvha berpikir bagaimana cara membatalkan pertunangan mereka. Apakah bisa?

Bukan hal yang mudah untuk meminta itu pada kedua orang tuanya, apalagi Miltha. Jika Miltha tidak suka dengan perkataannya, dia bisa saja menampar, memukul, melukai Ruvha semaunya. Gadis itu bahkan sempat berpikir apakah dia benar seorang ibu. Sedangkan Raflan, papanya, hanya diam saja sambil menyaksikan penyiksaannya. Tanpa ekspresi, entah membenarkan atau menyalahkan perbuatan Miltha. Terkadang disaat Ruvha sudah tidak tahan, ia memanggil papanya dengan lemah, namun  Raflan  akan langsung pergi setelahnya.

Tanpa disadari Ruvha hanya diam mengingat hal itu, membuat Zeris heran melihatnya namun hanya mengabaikannya saja.

Lama terdiam dengan pikiran masing-masing akhirnya mereka memilih kedalam. Ruvha kembali menerbitkan senyumnya, sedangkan Zeris tidak susah-susah tetap dengan tatapan tak bersahabat.

.
.
.
.
.
.

Next-

Voment please...
Don't be a siders okay🍁

HalayacrepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang