"Lo kenapa ngehindarin gue segitunya banget sih? Pakai matiin hape segala?"
Sebentar, Jia ingin tertawa. Bagaimana bisa, lelaki itu yang bertindak sesukanya dengan menelfon Jia berulangkali tanpa tujuan yang jelas. Kemudian berbicara asal dan kini ia pun memarahi Jia lantaran tidak mengikuti kemauan anehnya?
"Kalau lo gak ada keperluan yang jelas. Gue matiin," sela Jia.
"Semua cewek di SMA kita pengen banget gue telpon kayak gini. Jangankan ditelpon, nomer gue aja mereka gak punya. Sedangkan lo? Gue yang berusaha keras dapetin nomer lo dan gue yang mulai duluan nelpon lo, Ji. Seharusnya lo bersyukur, gue beda ke lo doang!" hardik Sunghoon seraya menyalahkan Jia persoalan tersebut. Di sana pun, lelaki itu seperti sedang memarahi seseorang. Tangan kanannya yang menganggur, menekan cangkir berisi kopi kesukaannya.
"Excuse me, Mr. Park? Pertama, gue gak peduli soal cewek-cewek yang pengen ditelpon sama lo itu. Kedua, lo dapetin nomer gue itu dari grup kelas dan yang terakhir, gue gak minta lo buat nelpon gue! Jadi apa yang harus gue syukuri? Distrubed by the most handsome boy who is a girls dream. Gue harus bersyukur gitu? Gue diperlakukan beda dari cewek lainnya sama lo, gue harus bersyukur begitu?" Jia mengembuskan napasnya kasar setelah berhasil meluapkan isi hatinya yang terpendam.
Sunghoon terkekeh kecil menanggapi pengakuan Jia yang menurutnya cukup apik. Lelaki itu menggigit bibir bawahnya sejenak sembari tersenyum miring. Rasanya, Sunghoon ingin menghampiri gadis itu dan mengamati ekspresi wajah Jia yang sedang marah karenanya. Pasti menggemaskan sekali.
Jia yang pintar menjawab seperti ini, terlihat seribu kali lebih menarik dibanding saat gadis itu mengabaikannya. Ah, tidak juga. Jia kerap tampak menarik, bahkan ketika diam. Pada dasarnya, di mata Sunghoon, gadis itu so fucking interested.
"Ji, boleh video call gak?"
Sungguh, lelaki ini. Beraninya ia mengalihkan topik pembicaraan dengan hal tidak berguna. Seharusnya, dari perkataan Jia yang sedikit jahat, tetapi sesuai fakta. Lelaki itu dapat menyimpulkan bahwa dirinya tidak nyaman dan tidak senang atan perlakuannya. Mengajaknya melakukan video call. Dia pikir Jia akan luluh?
"Lo kenapa sih?!" berang Jia tak habis pikir. Gadis itu sampai meremat ponsel adiknya karena saking kesalnya akan perilaku Sunghoon yang diluar dugaannya.
"Mau liat muka cantik lo, biar gue bisa tidur nyenyak abis ini."
Lihat? Aneh sekali, 'kan? Jia mengerutkan keningnya seraya tak habis pikir dengan kelakuannya yang dapat berubah secepat itu. Beberapa menit lalu, Sunghoon kesal akan sikap Jia yang mengabaikannya. Namun, kini lelaki itu bersikap seperti biasanya lagi selepas Jia memarahinya.
Apakah lelaki itu memiliki kepribadian ganda?
"Gelap, lampu kamar udah gue matiin."
Jia berusaha menghindari Sunghoon yang mengajaknya video call. Nyatanya, kamar Jia dalam kondisi terang benderang. Jelas saja, itu karena Jia baru memasuki kamarnya beberapa menit yang lalu dan belum sempat mematikan lampunya.
Di sana terdengar helaan napas pasrah, itu Sunghoon. Betapa terkejutnya Jia ketika lelaki itu tak memaksanya. "Ya udah, deh. Besok aja. Lo pasti capek, ya? Selamat tidur, Jia~"
Bahkan lelaki itu lebih dahulu memutuskan panggilan telepon tersebut. Wah, sungguh Jia tak mengerti dengan lelaki itu. Ah, tidak peduli. Yang terpenting, kini Jia harus segera mengisi daya ponsel milik Jungwon yang tersisa 2%. Besok pagi adiknya akan mengamuk kalau mendapati ponselnya mati setelah dipakai Jia.
"Cowok aneh," gumam Jia sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya di atas ranjang lembut dengan seprai motif kotak-kotak warna putih perpaduan lilac, warna kesukaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable; Park Sunghoon ✓
Teen Fiction"Whether it's obsession or love. I don't care." ©2021, by bobarel.