Tak ada suatu hal lebih menyakitkan ketika melihat perempuan tercintanya mengandung janin seseorang yang tidak diketahuinya. Hancur, penggambaran yang sangat cocok ditujukan untuk Lee Heeseung. Pikirannya bahkan terus terpaku pada Jia, menyebabkan dirinya mendapat teguran berulangkali dari seniornya.
Jika hari-hari sebelumnya Heeseung nampak bersemangat, kini tiada lagi energi seperti itu. Hanya kekecewaan serta kesedihan mendalam meringkuk tubuh kurusnya. Keterpurukannya berlipat ganda dengan saat di masa Jia memutuskan hubungan mereka karena kebodohannya.
"Heeseung, kalau lo kayak gini terus gak bakal lulus fase klinik, mau?" Sang empu menerima minuman soda kaleng yang disodorkan teman seperjuangannya, Jaehyuk.
Lantas, meneguknya kala tenggorokan kering miliknya berteriak meminta guyuran cairan soda dingin yang menyegarkan itu. Lingkaran hitam di kantung matanya yang membesar menambah kesan penampilan frustasi. Siapapun akan meringis ngilu menyaksikan betapa lelahnya orang tersebut.
"Katanya pengen cepet-cepet lulus kuliah, terus dapetin lisensi sama internship. Biar pas jadi residen bisa ngelamar mantan lo itu. Lo lupa? Udah gak ada niatan?" Mengingat impian sederhana yang dirangkainya sehabis pasca kandasnya kisah percintaan, memilukan hati Heeseung yang mengetahui bahwa angan itu takkan bisa diraihnya.
Tawa kering lolos melalui bibir tipisnya yang basah terkena soda. "Pupus," gumamnya pelan, tetapi tetap terdengar Jaehyuk yang sudah memasang telinga lamat-lamat sejak awal dan sontak menanyakan maksud ucapan tersebut.
Bunyi remasan kaleng soda memekik alat pendengaran kedua lelaki itu, dengan salah satunya yang menatap bingung si pelaku. Heeseung mengeraskan raut wajahnya menahan diri untuk tidak meledak di rumah sakit. "Pupus, Jaehyuk. Semuanya pupus," ulangnya bergetar kecil di perkata.
Jaehyuk merampas kaleng remuk yang mulai menggores telapak tangan Heeseung hingga memunculkan luka ringan di sana. Memandang ngeri temannya yang kini terkekeh hambar sembari mengamati tetesan darah yang keluar. "Maksudnya gimana? Dia nolak lo sebelum lo lamar atau—"
"Gak bakal ada penolakan yang gue terima dari dia. Karena gue gak akan mungkin ngelamar dia," potongnya cepat menerbitkan kerutan di dahi Jaehyuk. Ia ingin bertanya lebih lanjut, tetapi meneliti keadaan temannya yang sepertinya tak baik-baik saja membuatnya mengurungkan niat tersebut dan memilih diam.
Bibir tipis pecah-pecah itu meniupkan udara melalui helaan napas. Dengan putus asa ia berkata, "Mungkin bukan jodoh kali, ya?" Lagi, Heeseung mengakhirinya diselingi tawa kecut.
Lelaki berpipi tirus itu menjadi seribu kali pesimis sebab terkuaknya fakta mencengangkan yang diungkapkannya sewaktu mengeja kertas diagnosa. Akhirnya Heeseung mengerti alasan mengapa Jia menolaknya mentah-mentah kala ia hendak mereparasi sejarah kisah romansa yang gagal dalam waktu singkat tersebut. Ternyata, perempuan ceroboh itu telah menemukan tambatan hati barunya.
Teriris batinnya menerka Jia yang tampaknya begitu mencintai sosok lelaki lain sampai merelakan segalanya termasuk kesuciannya. Padahal, ketika mereka masih menjalin asmara, Heeseung senantiasa menjaga perempuan itu dan menghormatinya sungguh-sungguh.
Hanya pelukan hangat dan kecupan singkat di bibir Jia yang berani Heeseung lakukan. Itu saja. Selebihnya, tidak ada sesuatu yang melewati batas.
Jaehyuk bergeming tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, menunggu Heeseung menyudahi kegalauannya. Sampai akhirnya, terlihat batang hidung perempuan tegas—yang kerap dipanggil Yunjin—mendatangi tempat duduk mereka memberitahu kalau senior mengajak makan malam bersama. Namun, telah diduga kalau Heeseung menolak keras beralasan ingin menghabiskan waktu sendiri.
"Kenapa dia?" tanya Yunjin pada Jaehyuk sesaat setelah berjalan agak jauh dari lokasi Heeseung termenung. "Patah hati kayaknya," jawab Jaehyuk asal yang tak lagi mengundang perempuan di sebelahnya untuk bertanya lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable; Park Sunghoon ✓
Teen Fiction"Whether it's obsession or love. I don't care." ©2021, by bobarel.