Semuanya sangat mendadak dan sulit dipercaya oleh pikiran dangkal Jia. Benaknya sudah mumet akan berbagai konflik yang tiada habisnya. Kini, timbul lagi suatu permasalahan baru yang mencengangkan.
Apa Jake sedang bercanda? Bagaimana bisa mereka saudara satu ayah? Lalu, mengatakan bahwa Jiwon—sang ibu yang melahirkan Jia—adalah selingkuhan dari ayahnya yang merebut kebahagiaan keluarganya hingga meregang nyawa ibu kandungnya? Tidakkah lelaki itu tengah merangkai novel atau sebagainya? Jika, iya, maka Jia patut memberikan apresiasi.
Merasa kepalanya pening serta pandangan sedikit buram, Jia memegang pelipisnya sembari tumit kaki beralaskan sepatu putih membawanya pulang ke unit apartemen. Ia berniat membersihkan diri sebelum pergi ke rumah sakit lagi untuk menjaga adiknya. Tanpa menyadari seseorang telah menunggunya di pintu unit dengan sebuah paper bag berukuran sedang di tangannya.
Dengan mata mencerling terperangah, Jia melangkah mundur secara perlahan begitu sosok itu beranjak dari posisinya—yang terduduk di lantai depan unit—dan menghadap padanya dalam jarak dekat. Raut wajah cemberut ditunjukkan olehnya seraya berujar, "Kenapa lama banget?"
"S-sunghoon, ngapain di sini?" tanya Jia tergagap yang mulai tumbuh rasa resah tinggi.
Seakan lupa kalau niatnya ingin mendamprat keterlambatan Jia datang sehabis bekerja. Lelaki itu justru melemparkan senyuman lebar dan mengangkat benda yang digenggamnya. Sontak Jia melirik bungkusan itu menggunakan tatapan tanda tanya.
"Mau makan cake sama es krim bareng lo," jawab Sunghoon dengan riang yang membuat Jia terjengit mendengar hal tersebut. "Gue juga beliin susu ibu hamil. Lo pasti gak beli susu, kan?"
Lantas, ia membuang muka ke lain arah yang mana mudah dimengerti oleh Sunghoon. "Gue gak mau. Mending lo pulang!" tolak Jia menahan diri untuk tak meletup-letup di tengah kelelahannya. Pun, menyuruh lelaki itu guna menyingkir supaya memberi akses dirinya masuk ke dalam unit apartemen.
"Jia, ini bawaan jabang bayi. Gue juga gak tau tiba-tiba kepengen aja makan cake sama es krim bareng lo. Please, bolehin, ya? Semua gejala kehamilan lo itu gue yang ngerasain. Jadi, kalau gak diturutin gue bakal mual-mual," pinta Sunghoon menunjukkan ekspresi memohon yang baru pertama kali perempuan berambut legam itu lihat.
"Ini aja gue bela-belain nunggu lo hampir satu jam lebih. Mungkin juga es krimnya udah mencair karena kelamaan." Dengan gerakan lemas lelaki berkulit putih itu menatap paper bag di tangannya menggunakan raut sedih.
Sialnya, akibat efek emosional ibu hamil, Jia tergoyahkan dan mengizinkan lelaki brengsek yang paling ia hindari itu memasuki unit apartemennya.
Tunggu. Namun, alasan kuat mengapa Jia memperbolehkannya masuk adalah ingin menanyakan perihal wanita di rumah sakit yang mirip dengan sosok ibunya. Jia perlu memastikan jawaban dari seluruh teka-teki rumit yang saling berkaitan itu.
Saat mereka terduduk di meja depan televisi, Sunghoon langsung mengeluh akibat es krimnya yang telah mencair. "Yah, bener aja, es krimnya meleleh."
Ia pikir hanya Sunghoon saja yang akan memakan makanan tersebut. Ternyata, lelaki itu menyuruhnya turut memakan makanan yang dibawanya. "Lo juga makan kuenya dong. Masa gue doang?"
Tidak ingin terlalu menyia-nyiakan waktu dengan berlama-lama bersama seseorang yang ia benci, Jia langsung mengambil langkah cepat. "Perempuan yang jenguk lo di rumah sakit waktu itu, siapa?"
Yang ditanya melemparkan sorot mata kebingungan seraya memikirkan kejadian beberapa minggu lalu saat dirinya masih terbaring di rumah sakit. "Oh, Eunchae? Dia adik sepupu gue selain Sunoo. Kenapa? Lo cemburu?" tuding Sunghoon dibalas tilikan tak suka dari sang empu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable; Park Sunghoon ✓
Jugendliteratur"Whether it's obsession or love. I don't care." ©2021, by bobarel.