XVII

2.8K 273 402
                                    

Sesuai dengan janji yang Jia katakan pada adiknya kalau ia akan berada di rumah tepat sebelum Jungwon pulang sekolah. Setelah menghubungi bu Choi, si pemilik restoran tempatnya bekerja guna mengambil cuti sehari, kaki rapuhnya melangkah menuju dapur karena ia hendak menyiapkan makan malam untuknya dan sang adik.

Jia berusaha bersikap senormal mungkin saat mendengar pintu apartemen terbuka dan suara imut Jungwon yang menyapanya, memenuhi ruangan depan. "Kakak, Jungwon pulang!" Sembari mendekati sang kakak yang asyik bergelut bersama beberapa peralatan masaknya di dapur.

"Harum banget. Kakak masak sup dumpling?" Jia mengiakan pertanyaan Jungwon yang nampak antusias sebab malam ini akan menyantap makanan kesukaannya selain kari. Senyuman merekah di wajah Jia tatkala melihat adiknya begitu bahagia hanya karena semangkuk sup dumpling yang sedang dibuatnya.

Sontak Jia memasang raut terkejutnya di kala Jungwon tiba-tiba memajukan tubuhnya serta mencondongkan wajah ke arahnya. "Kakak ngapain malem-malem pakai parfum?" Jia mencoba kembali memfokuskan diri memasak seraya tak memedulikan perkataan Jungwon yang tengah penasaran. "Ini baunya juga menyengat banget. Gak biasanya Kakak—"

"Bau masakan resto terus nempel di badan Kakak, makanya Kakak pakai parfum. Soalnya sabun mandi juga gak membantu," bohong Jia yang kesekian kalinya pada Jungwon. Beruntungnya lelaki imut itu tak mempertanyakan hal tersebut lebih jauh karena Jia tak tahu mesti menjawab dengan kebohongan apalagi. Yang padahal, ia melakukan itu semua lantaran jejak aroma tubuh serta wangi parfum milik Sunghoon yang tertinggal di tubuhnya terus mengusik indera penciumannya.

"Kalau begitu, aku mau mandi dulu ya? Jangan dihabisin makanannya ya, Kak!" Jungwon berlari kecil menuju kamarnya, sedangkan Jia memperhatikan adiknya menggunakan tatapan sendunya. Ia menggigit bibir bawahnya saat hendak mengeluarkan air mata. Jia semakin merasa bahwa dirinya harus tetap hidup, apapun yang terjadi, meski kesakitan terus melandanya. Demi Jungwon, harta berharga satu-satunya yang ia punya.

Tepat sekali saat Jia menyelesaikan urusan masaknya di dapur, Jungwon pun keluar dari kamarnya dengan setelan pajama bergambar beruang. Ia segera membantu sang kakak guna meletakkan mangkuk besar di atas meja kayu depan televisi. Mereka makan dengan tenang, sesekali bercanda gurau mengenai tayangan program acara komedi yang tengah ditonton. Jia merasa dirinya kembali hidup karena hal sederhana itu.

Sebelum, "Ah, iya, Kak. Tadi waktu aku nganter surat izin ke kelas Kakak. Kak Sunghoon nanyain Kakak." Jia melunturkan senyumnya yang sempat menghias indah di wajahnya, ketika nama itu disebut. Ia memalingkan pandangannya dari sang adik yang terus melanjutkan ucapannya mengenai lelaki brengsek yang merenggut keperawanannya.

"Sebenernya, pas pulang sekolah, kak Sunghoon mau ke sin—" Air muka Jia terlihat seperti orang marah. Dengan cepat ia menyela perkataan Jungwon sampai sang lawan bicara pun tersentak kecil karenanya. "Jangan pernah kasih izin orang itu buat ke sini!"

"Kenapa? Kakak lagi marahan sama kak Sunghoon?" Bukannya menjawab, Jia justru membanting alat makan yang berada di genggamannya. Lalu, beranjak dari tempatnya dan masuk menuju kamarnya. Menimbulkan tanda tanya besar di kepala Jungwon sampai ia mesti mengetuk pintu kamar Jia berulangkali untuk memastikan sesuatu yang membuat sang kakak menjadi seperti itu.

Tak kunjung mendapatkan respon apapun dari Jia, kini lelaki bermata kucing itu menyerah untuk kembali ke meja depan televisi tadi bersama beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya. "Ada apa ya sama kak Jia?" gumam Jungwon sambil meraih sumpitnya. "Ah, mungkin lagi ribut biasa sama kak Sunghoon? Orang pacaran kan emang begitu," lanjutnya seraya mengangkat bahu lebarnya.

Jungwon yang hanya mengira itu sebuah pertengkaran biasa, pun tidak mengetahui jika kakaknya tengah diliputi rasa kecemasan tinggi hingga tanpa sadar Jia menyakiti dirinya sendiri, lagi. Itu semua dapat dilihat oleh sepasang bola mata awas yang kerap memandangi layar monitor selama beberapa menit yang lalu.

Unstoppable; Park Sunghoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang