IX

3.2K 360 65
                                    

Prasangka gadis itu perihal Sunghoon yang menyuruhnya mengganti pakaian seragam lalu akan menjadi bahan perbincangan warga kelasnya. Sungguh terbukti. Terutama Isa, yang tiada hentinya menanyakan tentang. Mengapa Jia memakai seragam olahraga milik Sunghoon?

Lalu ketika Jia menjawab pertanyaan tersebut apa adanya, mereka tak mempercayai hal itu. Lantas mereka pikir, mengapa Jia berganti pakaian? Menggunakan seragam olahraga lelaki pula. Jikalau bukan karena seragamnya yang basah akibat air hujan.

"Lo abis nginep sama Sunghoon, ya?" tuduh Lucy yang turut serta mengerubungi kursi Jia.

"Eh, serius? Jia-ku udah besar, ya. Udah berani nginep-nginep sama cowok." Ningning menangkup wajah mungil Jia, seolah gadis yang tengah diperlakukan seperti itu ialah anak kecil berusia lima tahun.

"Apaan sih! Jangan fitnah, deh. Gue udah bilang, gara-gara seragam gue kena air hujan!" bela Jia seraya melepaskan kedua tangan Ningning yang setia menjepit pipi tembemnya. "Kalau gak percaya, tanya aja sama Sunghoon langsung."

Jia memutar bola matanya jengkel kala melihat Sunghoon hanya berdeham sebagai respon, sedangkan para warga kelas 12-1 merupakan manusia yang haus informasi. Jia merasa itu sangat kurang untuk menampar beberapa murid yang penasaran akan kejadiannya. Namun untungnya mereka kembali ke kursi masing-masing setelah mendengar pengakuan Sunghoon walaupun sekadar berdeham, mereka langsung mempercayainya. Wah, gila!

Setelah semuanya kembali tenang. Jari telunjuk Jia terulur menjawil seragam Jake dari belakang. Pemandangan itu mengundang atensi Sunghoon yang langsung menatap datar adegan di hadapannya.

Jake yang sedari tadi berkutat pada bukunya, kini menoleh ke belakang, tepatnya pada Jia. "Why?" Alis tebalnya terangkat menambahkan kesan penasaran akan apa yang Jia lakukan padanya.

"Pinjem buku fisika lo, dong. Gue belum ngerjain," ucap Jia sembari terkekeh kecil. Tawa itu nampak imut bagi Sunghoon. Namun, ia tidak menyukainya lantaran bukan dirinyalah penyebab Jia tertawa. Ah sial, bahkan Jia tersenyum manis pada Jake.

Jake menyentil dahi Jia pelan membuat sang empu meringis pelan seraya mengelus dahinya yang tertutupi poni tipis. "Kebiasaan. Males atau emang gak ngerti?"

Jari telunjuk dan jari tengah Jia terangkat, menunjukkan jumlah dua. "Dua-duanya, hehe ..."

Tertawa lagi?

"Jake, gue juga liat, dong. Tiga nomer doang." Isa ikut berpartisipasi dalam obrolan, mengingat soal fisikanya belum terselesaikan.

"Gantian!" tegur Jia sambil berdiri mencondongkan tubuhnya ke arah depan dengan tangan kanannya terayun-ayun seolah meraih buku fisika Jake yang berada di atas meja, sedangkan tangan kirinya menahan bobot tubuhnya supaya tak terjatuh.

Sepertinya Dewa tak sedang berpihak pada Jia. Gadis itu kembali merasakan kesialan. Tangan kirinya tergelincir saat tubuhnya memaksa maju ke depan. Saking takut Isa mendahuluinya. Padahal, temannya bersikap santai saja. Toh, hanya tersisa tiga soal lagi. Kenapa harus terburu-buru?

Alhasil, tubuh kecilnya terhempas ke arah samping. Tepatnya ke arah Sunghoon dengan tangan kiri yang terpeleset di atas paha lelaki itu, serta wajahnya yang menegang berada dekat dengan Sunghoon.

"So—sorry ..." Jia refleks menarik tangannya dan terduduk di kursinya dengan gerakan cepat.

Jangan tanya bagaimana raut wajah Jake dan Isa ketika menyaksikannya. Mereka ikut termangu tanpa kata seakan tengah menonton sebuah adegan menegangkan secara langsung.

"Gak masalah. Lagian tangan lo pendek, kekeuh banget mau ngambil buku yang jaraknya agak jauh. Gak nyampe lah," papar Sunghoon.

Isa membelalakkan matanya. "Wih, tumben Sunghoon ngomongnya gak singkat."

Unstoppable; Park Sunghoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang