XVIII

2.6K 280 438
                                    

Semburat langit biru mulai tampak di ufuk timur sebagai pertanda bahwa sang mentari telah hadir menggantikan penguasa malam. Angin dingin meniup kencang perkotaan, mempermainkan dedaunan pada ranting. Pun, tercium aroma khas udara pagi itu disertai tetesan embun yang membasahi dinding jendela.

Semuanya terlukis sempurna untuk memulai kesibukan, tetapi tidak dengan Jia yang nampak letih di atas ranjang tunggalnya dengan tubuh terbalut selimut. Netra sayunya menonton datar jendela kamarnya tanpa bersemangat. Akhir pekan ini mestinya Jia bersiap bekerja di Dilemma's Florist, itulah mengapa ia bergegas turun dari ranjangnya tatkala teringat hal tersebut walau sebetulnya Jia masih ingin tenggelam dalam hangatnya selimut.

"Kakak, mau berangkat?"

Alih-alih merespon pertanyaan sang adik, Jia lebih tertarik pada sosok di sebelah Jungwon yang kini tengah melemparkan senyum manisnya. Pandangan mereka beradu seolah sedang merekam sebuah adegan dalam film yang seakan bernostalgia pada masa pertama kali dipertemukan. Ia menyapa Jia menggunakan suara halusnya tanpa sedikit pun mengalihkan atensinya. "Hai?"

"Maaf, ada keperluan apa ya Anda kemari?" Jungwon mengerutkan keningnya begitu mendapati sang kakak berbicara formal pada lelaki yang dikenalnya. "Kak? Itu kak Heeseung. Kenapa formal banget gitu?" celetuk Jungwon berniat mencairkan suasana mencekam itu.

Heeseung, si mantan kekasih yang kembali hadir itu beranjak diri dari tempatnya. "Aku mampir aja ke sini waktu gak sengaja ketemu sama Jungwon di jalan." Lelaki itu masih berharap jikalau Jia memaafkannya meskipun nanti tidak menerimanya kembali. "Gak apa-apa, kan?"

Kenapa Heeseung tidak kunjung menyerah setelah mendapatkan penolakan Jia malam itu? Apa ia sungguh ingin menebus semua dosa-dosanya pada Jia? Senyum tulusnya tak luntur meski Jia telah membuang mukanya tatkala kontak mata itu terjalin. Heeseung seakan paham jika itu bukan hal yang mudah bagi Jia untuk memaafkannya. Ia terlalu menyakiti Jia.

Jia memilih mengabaikan Heeseung dan bergerak ke arah Jungwon yang tengah terduduk di sofa panjang sebagai bentuk pamitan. "Jungwon, Kakak berangkat ya?" Dibalas anggukan kecil dari lelaki berlesung pipi itu. "Mau aku antar, Kak?" Jia menggeleng cepat.

Heeseung menahan mantan kekasihnya kala sepasang kaki kurus itu melangkah mendekati pintu. "Berangkat? Kamu mau kemana? Bukannya ini hari libur?" Jungwon sontak menyahuti pertanyaan dari mantan kekasih kakaknya hingga garis muncul di antara alis milik Heeseung. "Kak Jia kerja."

"Bukannya kamu udah berhenti kerja waktu masih sama aku?" papar Heeseung, suaranya menjelaskan bahwa ia seakan telah mempercayai Jia dalam kurung waktu lama. Heeseung ingat betul saat Jia berkata sudah tak bekerja lagi. Namun, mengapa ....

Kekeh kecil terucap di bibir pucat Jia, seolah sedang menertawai kekonyolan seseorang di hadapannya. Air muka datarnya terpampang disertai manik matanya mengkilap menyoroti sosok rupawan itu. "Bisa bicara sebentar?" Ajakan itu tak mungkin Heeseung sia-siakan. Lantas mengiakannya seraya mengikuti langkah Jia untuk keluar apartemen.

"Jungwon, ingat pesen Kakak ya? Jangan memasukkan seorang pun ke dalam apartemen ini, sekalipun orang yang kamu kenal." Setelah mengucapkan pesan tersebut, Jia memimpin jalan diikuti Heeseung menuju tangga apartemen. Lelaki itu tak berani berjalan beriringan meskipun sangat ingin dan rindu akan itu.

"Ada apa gerangan Kak Heeseung di kota ini?" Sejak bertemu lagi, Jia ingin menanyakan perihal tersebut lantaran sudah nyaris dua tahun lamanya lelaki itu meninggalkan kota ini hanya untuk menghindari kedua orang tuanya. Pun, Heeseung pernah sesekali menghubungi Jia melalui akun SNS nya kalau ia akan datang ke kota ini lagi hanya untuk satu tujuan, yaitu menjemput Jia.

Lelaki berpipi tirus itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia terkekeh kecil. "Kebetulan aku lagi fase klinik di kota ini. Makanya aku ada di sini sejak dua minggu yang lalu." Matanya bagaikan mengisyaratkan kerinduan yang begitu mendalam, ia melanjutkan. "Aku juga ke sini karena mau ketemu sama kamu. Aku kangen kamu, Jiyang."

Unstoppable; Park Sunghoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang