XXXVII

1.6K 169 59
                                    

Jiyu merupakan tanggung jawab sepenuhnya bagi Sunghoon. Dibesarkan dalam gelimang kasih sayang dan serba kecukupan. Apapun yang Jiyu inginkan meski tidak butuh, pasti Sunghoon berikan. Lelaki itu berjanji akan membahagiakan putri semata wayangnya dengan demikian.

Bayi mungil yang dahulu diletakkan sembarang oleh ibu kandungnya di depan unit kamar Sunghoon selaku sang ayah, telah tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik serta memiliki kepribadian aktif dan ceria. Jika dipikir-pikir Jiyu sangat bertolak belakang dengan sifat ketus dan angkuh ibunya.

Namun, hal itu tak luput dari pengawasan Sunghoon yang selalu dibayang-bayangi kecemasan. Hidup memang penuh permainan. Tanpa sadar setiap bertumbuhnya Jiyu, lelaki itu akan membatasi interaksi sang putri dengan semua laki-laki.

Manalagi, Jiyu yang berhati suci kini berusia enam tahun seringkali menyambut orang asing melalui segala kebaikan. Sama sekali tidak ada pemikiran buruk. Sunghoon takut setengah mati kalau sampai uluran tangan mungil itu disalahgunakan orang-orang jahat yang hendak mencelakai Jiyu.

Lebih tepatnya, Sunghoon dihantui alam bawah sadarnya. Ia tidak ingin dikemudian hari Jiyu bertemu seseorang yang mirip sepertinya di masa lalu. Sunghoon takkan pernah memaafkan dirinya sendiri jika sampai menciptakan karma buruk itu kepada putrinya.

"Nanti kalau Ayah belum datang tepat waktu, Jiyu telepon aja Ayah, ya?" Nasehat Sunghoon seraya memasangkan smartwatch kids pada pergelangan tangan mungil Jiyu. "Jangan pulang sendiri, paham?"

Jiyu hanya mengangguk kecil sambil menyuapkan potongan buah apel sebagai pelengkap sarapannya. Gadis mungil itu makan dengan lahap membuat Sunghoon tersenyum gemas sesekali mencubit pipi gembul sang anak.

Lelaki putih pucat itu benar-benar menjadi seorang ayah tunggal. Merawat Jiyu seorang diri dari masih berkulit merah hingga kini mengenyam bangku sekolah dasar. Ia bangga terhadap dirinya.

Ya, meskipun memang ada campur tangan Sunoo dan Eunchae selaku sepupu. Mereka terkadang bergantian menjaga di kala Sunghoon sibuk mengurus pekerjaan.

"Ayah, kata bu Guru nanti ada rapat. Jiyu disuruh sampaikan sama Ayah," ucap gadis itu tatkala teringat pesan yang diberitakan wali kelasnya saat hendak pulang sekolah kemarin. Biasanya, para orang tua murid akan mendapat informasi melalui grup juga, tapi sepertinya Sunghoon sama sekali tidak ada waktu untuk mengecek itu.

Lelaki itu terdiam sejenak. Ia menerawang jadwal-jadwal perencanaan hari ini yang begitu padat. Kalau ditinggalkan proyek ini bisa hangus dan berpindah tangan, sayang sekali jika perusahaannya tak mengambil kesempatan emas ini di kala peluang kerjasama dengan pengusaha asal negara tetangga ini sangat diminati banyak pesaing.

Apa ia meminta tolong Sunoo untuk menggantikannya? Ah, pasti pemuda itu sedang dikejar-kejar pekerjaannya juga. Eunchae? Tentunya gadis itu tidak bisa sembarang keluar, apalagi menghadiri rapat siswi sekolah dasar, sebab sudah mendaftarkan diri menjadi seorang idol. Bisa-bisa, setelah itu ia digosipkan telah memiliki anak.

Jiyu mencolek lengan sang ayah sambil menatap polos. "Ayah dengerin Jiyu, kan?"

"Iya, Sayang. Ayah denger. Abisin susunya nih. Kita berangkat sekarang, ya?" Sunghoon mengelus lembut rambut lebat putrinya. Benar-benar hitam berkilau persis seperti surai milik Jia.

•••

"Gue sebenernya marah banget sama lo, Jia. Bertahun-tahun lo gak ada kabar, dihubungin ratusan kali pun taunya nomer lo gak aktif dan menghilang gitu aja. Gue sempet laporin kehilangan lo ke pihak polisi, tapi ternyata selama ini lo sembunyi di Jepang?!"

Dengan posisi duduk yang santai sembari menyeruput secangkir teh hijau, Jia mengangguk kecil. Ia menoleh menatap sosok sahabat yang dirindukannya cukup lama. Isa meneteskan air mata membuatnya semakin bersalah sebab memutuskan kontak nyaris enam tahun lebih tanpa ucapan perpisahan.

Unstoppable; Park Sunghoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang