Perasaan malu, marah, dan takut menyerang seluruh batin Jia yang kini bersembunyi di dalam bilik toilet rumah sakit. Tangisannya seolah terbungkam akan sesaknya dada hingga hanya remasan kuat di celana bahannya yang menunjukkan bentuk betapa sakitnya ia saat ini.
"... dinyatakan sedang hamil ..."
Jia mengangkat tangan guna menutup kedua telinganya rapat-rapat supaya suara Heeseung ketika mengatakan kondisinya yang berbadan dua itu tak terngiang-ngiang di kepalanya. "Gak mungkin, itu gak mungkin. Pasti ada yang salah," gumamnya seraya terus menggeleng keras layaknya orang tak waras.
Suara ketukan pintu bilik mengejutkan Jia yang masih menyangkal kenyataan. Pun, ia berpikir jika seseorang tersebut ialah Sunghoon, maka dengan gerakan tergetar ia mengatupkan mulutnya agar tidak ada helaan napas yang dapat terdengar oleh lelaki itu. Namun, dugaannya melesat. Karena yang mengetuk pintu bilik adalah Isa, temannya.
"Jia," panggil gadis itu berbisik lembut seperti tengah menahan isak tangisnya. Buket bunga atas perayaan kelulusannya yang diberikan sang kekasih sudah tak dipedulikan lagi tergeletak di wastafel. Entah kabar buruk atau baik yang terdengar hari ini, Isa hanya ingin memastikan keadaan temannya.
Perlahan, Jia muncul dari balik pintu bilik dan tersenyum kepada Isa. "Acara kelulusannya udah selesai?" Melihat itu, air mata yang sengaja tertahan menumpuk di pelupuk akhirnya lolos begitu saja. Isa menarik tubuh temannya untuk memberikan pelukan.
"Lo boleh nangis, Jia. Gue di sini," ucap Isa memancing emosional kesedihannya tumpah kembali.
Menopang berat beban seorang diri bukanlah hal yang mudah dilakukan, manakala pikirannya yang terangkai damai mengharapkan kesadaran adiknya tertindih fakta mengenai kehamilannya. Jia membutuhkan sosok untuk bersandar dan Isa menawarkan bahunya.
"Sa ..." Jia mengeratkan pelukan itu seakan sedang berbicara melalui kontak fisik menjelaskan hal rumit nan mendadak yang menyiksanya, "gue takut."
Isa menepuk-nepuk punggung Jia, menenangkannya yang kacau balau. "Gue ada di sini, gak akan ninggalin lo sendirian. Jadi, lo gak usah takut, ya?" ujar Isa dengan cairan bening yang terus mengalir tanpa pamit.
Selagi menunggu Jia ditenangkan oleh Isa, kedua kakak beradik itu terduduk bersama Jay di lobi rumah sakit dekat toilet dengan termenung kosong. Tiba-tiba Jake tertawa miris akan situasi yang menurutnya nampak seperti April Mop. "Hamil? Kalau hamil itukan berarti Jia—" Ia mengelukan lidahnya sebab prasangka mulai mengerumuni benaknya.
"Kak, apa selama pacaran kalian pernah ..." Heeseung menoleh lemah melirik malas adik yang rupanya tengah mencurigai dirinya sebagai pelaku atas kehamilan temannya. "Huh, lupa kalau kak Heeseung selalu ngehormatin perempuan," timpal Jake memutus kontak mata lebih dahulu sebelum kakaknya melontarkan umpatan untuknya.
Lalu, pandangannya beralih pada Jay yang senantiasa menundukkan kepalanya masih terambau di detik awal kejadian. Ia tak memahami apa yang telah terjadi sampai Jia dinyatakan sedang mengandung. "Lo ada hubungan apa selain temenan sama Jia?" tuding lelaki berbibir tebal itu seraya menegakkan tubuhnya di hadapan sang lawan bicara.
Decihan singkat mencelos di bibir tipis terbelah itu, "Lo gak bisa baca situasi?" Jake mengepalkan tangannya berusaha menyekat diri untuk tak meninju lelaki angkuh tersebut.
Heeseung mengembuskan napasnya sebelum beranjak diri tatkala netra sendunya menangkap sosok Jia dengan Isa keluar dari toilet, mengabaikan kedua lelaki sebaya itu yang hendak menggagas sebuah pertengkaran. Kekecewaan tersirat di mata yang tak luput mengawasi mantan kekasihnya itu, tetapi tidak mungkin ia egois dengan terus menanyakan mengenai ayah dari janin yang dikandung Jia.
Daya pikir Jia belum sepenuhnya tenang, anggapan negatif masih mengekstensif otaknya. Hanya satu kemungkinan bagi ia mampu keluar dari jeratan keadaan menyengkang ini. "Kak?" panggil Jia mengundang berpasang mata memerhatikannya. "Kak Heeseung bilang ini baru sebelas minggu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable; Park Sunghoon ✓
Teen Fiction"Whether it's obsession or love. I don't care." ©2021, by bobarel.