Sunghoon membelalakkan mata saat menginjak genangan cairan merah di lantai. Meskipun masih mengenakan alas kaki, tetapi itu mengganggu. Sontak mendongakkan wajah dan mendapati perempuan yang sedang mengandung anaknya memegang pisau berlumuran darah sembari menatap kosong sebujur mayat yang sepertinya kehilangan nyawa beberapa menit lalu.
"What did you do to him?" tanya Sunghoon panik mendekati perempuan tersebut.
Tanpa ekspresi Jia menjawab, "I killed him." Suaranya pun tiada emosi. Hanya saja, tubuh kurus itu terus bergetar tak beraturan.
Melihat itu, Sunghoon merampas pisau pada jemari Jia menggunakan sapu tangan di dapur. Membungkusnya rapi sebelum diletakkan di atas meja televisi. Kemudian, menarik lengan perempuan itu tuk dibawa menuju wastafel. Membersihkan noda-noda darah sampai percikan yang mengotori wajah pucat Jia.
"Lo gak usah khawatir. Lo gak bakal masuk penjara," ucap Sunghoon seraya mengusap lembut bintik-bintik merah di pipi Jia menggunakan ibu jari yang sudah dibasahi air mengalir.
Lelaki itu sedikit mengambil kesempatan disaat Jia yang tidak biasa rela disentuh atau bahkan bersentuhan tanpa sengaja pun langsung melayangkan pekikan, kini tampak tak peduli dengan jemari panjangnya yang menari-nari serta menangkup wajah pucat itu.
Dengan netra awas memerhatikan bercak-bercak tersisa, ibu jari Sunghoon bergerilya di bibir bawah Jia yang pecah-pecah seperti tak terawat. Degup jantungnya memompa lebih semangat. Ia merapatkan mulut agar tidak melakukan sesuatu yang memicu kemarahan perempuan itu. Meskipun dirinya berteriak puluhan kali di dada, sangat menginginkannya.
Pandangan Jia masih hampa. Tidak membalas ucapan lelaki itu dan tidak juga menyela. Hanya terdiam mendengarkan seolah-olah menunggu perkataan itu sampai berlanjut. "Videos of him harassing you. Gue bakal pakai itu. Nanti lo bilang kalau lo gak sengaja bunuh dia buat ngelindungin diri. Ini bentuk perlawanan. You understand?"
Jia tertawa hambar. "Siapa yang khawatir?"
Sunghoon melirik dengan kerutan di dahi. "Are you okay?"
Jia menyentak kasar lengannya dan menyorot galak. "I'm not okay! Dan gak akan pernah bisa baik-baik aja!" Suaranya nyaring, tetapi terselip getaran emosi. Sontak ia berjongkok dengan kedua tangan menutupi wajah yang masih sedikit basah.
Perempuan itu marah, amat sangat marah. Bagaimana bisa Sunghoon melontarkan pertanyaan konyol yang jelas-jelas dia mengetahui secara gamblang bahwa Jia tidak baik-baik saja. Itu bermula karena dirinya! Kini yang Jia harapkan hanya polisi segera menangkap dan memenjarakan dirinya.
"Lo bisa pulih." Jia tertawa nista sebelum lelaki itu melanjutkan. "Coba lo belajar menerima gue."
Bajingan! Apa katanya? Menerima dia? Kalaupun Jia disuruh memilih antara mati dalam keadaan mengenaskan atau membuka hati untuk Sunghoon, tentu ia akan langsung menunjuk opsi pertama.
Jia memundurkan tubuh tatkala Sunghoon turut membungkukkan badan di depannya. Sangat disayangkan bagi Sunghoon, perempuan itu kembali menjaga jarak darinya. "Lo cerita apa aja ke cowok itu?"
Sebenarnya, ada sedikit kejanggalan di benak Sunghoon. Jika memang Jia tengah meminta pertolongan pada Jay, untuk apa dia membunuh seseorang yang hendak membantunya? Dalam rangka apa?
"Udah gak masalah sekarang kalau semua orang tau lo hamil anak gue?" Tangan Jia terkepal kuat di sisi. Antara menahan diri untuk tidak mencekik lelaki itu dan bingung dengan ucapan tersebut.
Memangnya, ia pernah mengungkapkan rahasianya sendiri? Jia takkan membuka suara sekalipun ketika disiksa atau diancam. Karena baginya, itu sama saja dengan menjatuhkan harga diri di depan banyak orang. Biarlah kesengsaraan ini tersimpan sedalam-dalamnya sampai ia mati nanti. Bahkan kepada Isa yang dipercaya, tak pernah ia bercerita apa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unstoppable; Park Sunghoon ✓
Teen Fiction"Whether it's obsession or love. I don't care." ©2021, by bobarel.