XXVIII

1.7K 211 59
                                    

"Jadi, maksudnya ... lo berdua curiga sama gue?" tebak Sunghoon yang tak habis pikir akan tuduhan kedua temannya mengenai pelaku keributan di apartemen Jia kini yang tengah terbaring lemas di ranjang rumah sakit akibat perlakuan semena-menanya pada perempuan itu.

Tidak mengejutkan bagi Sunghoon yang sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Ia perlu mengikuti alur yang dibawa sang penanya, maka dirinya aman.

Jay menimpali, "Tadi lo udah ngaku kalau sempet ke apartemen Jia. Buktinya di kue tiramisu."

"Emang di dunia ini yang suka kue tiramisu gue doang?" Si pemilik lesung pipi itu tertawa hambar seraya membuang muka ke lain arah memicu kedua lelaki di depannya memandang dongkol dengan rahang mengeras.

"Perlu periksa sidik jari?" Sunghoon sedikit terperangah lantaran Jake terlalu serius menanggapinya.

Ia mengusap singkat ujung hidungnya sebelum berujar, "Iya, gue ngaku kok datang ke apartemennya buat makan kue bareng. Gue juga beliin dia dua kotak susu ibu hamil. Just it, no more."

Kali ini Jake mulai melangkah menarik kerah kemeja sang pembicara. Sorot matanya menyala tak bersahabat layaknya sedang berhadap-hadapan dengan musuh bebuyutan yang sejak lama ingin dihancurkan. "Lo penyebab kekacauan sama apa yang terjadi ke Jia, kan?" tuduh Jake menekan setiap kalimat yang terucap.

"Tunggu. Kekacauan apa? Emang Jia kenapa?" balas Sunghoon menggunakan air muka bertanya-tanya. "Selama gue di sana, baik-baik aja. Gak terjadi apa pun. Lo berdua pasti lihat kue di atas meja, kan? Dua-duanya gak utuh yang artinya Jia nyambut gue dan makan kue pemberian gue juga."

Wajah memerah itu mendorong kasar tubuh yang lebih tinggi darinya. "Mana gue tau, Bangsat. Kuenya berantakan!"

"Soal itu gue gak tau apa-apa," tukas Sunghoon mengangkat kedua tangan di sisi kepalanya menggambarkan jika ia tak mengetahui kronologi kejadian yang dibicarakan Jake.

"Lo kenapa pulang, padahal kuenya belum abis?" Pertanyaan Jay itu sukses menarik atensi. Meskipun suaranya tampak tidak mengarah pada kecurigaan, tetapi lelaki dengan garis unik di belahan bibirnya itu yakin kalau Sunghoon akan merasa semakin disudutkan.

Seandainya, Sunghoon menjawab dengan amarah, maka itu dapat dinyatakan sebagai bentuk petunjuk bahwa secara tidak langsung lelaki itu mengatakan dirinyalah sang pelaku. Namun, Jay mengenal betul sosok teman kecilnya yang sangat mudah mengontrol emosi serta ekspresi. Dikarenakan itu, Jay mesti lebih teliti mengamati setiap gerak-geriknya.

Sesuai praduga, Sunghoon amat kelewat santai untuk ukuran orang yang dijadikan tersangka. "Ibu gue nelpon minta di temenin ke supermarket. Kalau lo gak percaya bisa tanya langsung." Sunghoon menunjukkan bukti panggilan masuk yang diterima. "Nih, riwayat panggilannya, lo lihat waktunya baik-baik."

Sebuah keberuntungan berturut-turut mendatangi lelaki yang sepatutnya tak mendapatkan itu. Secara kebetulan saat kejadian, Jiwon memang menelepon Sunghoon. Hal itu bisa memperkuat alibi seorang Park Sunghoon yang licik.

Dengan mata elangnya, Jay menelisik tiap panggilan masuk di layar ponsel tersebut. Ia menemukan satu kejanggalan. "Tapi lo baru ngangkat teleponnya setelah tiga kali panggilan tak terjawab?"

Mendengar itu Jake mencondongkan wajah menatap benda pipih yang mulanya tak diminati. Lantas, melirik sinis ke arah Sunghoon. "Lo gak bisa ngelak lagi. Ngaku sekarang, lo ngapain aja tadi di apartemen Jia?!" bentak Jake meninggikan suara tanpa sadar yang langsung ditegur Jay sebab mereka masih dalam kawasan rumah sakit.

"Gue diajarin tata krama. Kalau lagi ngobrol sama orang, jangan sibuk ke gadget." Respon yang tidak diharapkan Jake hingga membuatnya menghela napas kasar. Sunghoon benar-benar pintar merangkai kata untuk menjawab pertanyaan yang cukup menjebaknya.

Unstoppable; Park Sunghoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang