40. Penjara hati

5K 308 12
                                    

Sebelum pulang ke rumah, Viola mampir terlebih dahulu ke mini market, rencananya ia akan menonton anime hingga dini hari. Jadi ia harus menyiapkan beberapa cemilan untuk menemaninya, Viola juga membeli satu pack tisu, jaga-jaga jika tiba-tiba saja ia galau.

Bruk

"Maaf," ucap pria yang menabrak Viola.

"Boleh saya bantu kamu berdiri? Atau bisa berdiri sendiri?" Tanya pria itu, Viola yang sibuk memungut belanjaannya seketika mendongak.

"Loh, Pak Gibran ya?" Kaget Viola setelah melihat siapa orang ceroboh yang menabraknya.

"Tunangannya Arkan?" Gibran bertanya ragu, ah umur muda tapi sudah sering lupa.

"Mantan tunangan," ralat Viola dengan sedikit tertawa.

"Eh?" Kaget Gibran saat mendengar ucapan Viola, pria itu menatap lamat Viola.

"Saya permisi dulu ya," pamit Viola pada Gibran yang masih menatapnya dalam diam.

"Tunggu," Gibran mencekal tangan Viola, membuat perempuan itu menghentikan langkahnya.

Viola berbalik dan menatap tangan Gibran yang masih menggenggam pergelangan tangannya, seolah tersadar Gibran melepaskannya.

"Maaf, saya gak sengaja pegang tangan kamu," Gibran menundukkan kepalanya menyesal.

Viola yang melihat Gibran sampai seperti itu setelah refleks memegang tangannya, melongo tak percaya. Ini orang ngehargain perempuan banget, pasti ibunya di treat baik banget, gimana nanti anak sama istrinya? Duh, jadi pengen nyalonin diri jadi istrinya.

"Gapapa, ada apa ya?" Viola menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga.

"Saya boleh minta nomor kamu? Saya mau membicarakan tentang penawaran menjadi model," Gibran menyodorkan ponselnya.

"Boleh," Viola mengetik beberapa digit nomor, dan membiarkannya begitu saja. Biar Gibran sendiri yang memberi nama pada kontaknya, siapa tau diberi nama 'calon istri.'

Tolong sadarkan Viola sekarang, mentang-mentang udah gak ada pawang.

"Terimakasih," Gibran mengambil ponselnya kembali dan pamit pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Viola.

"Tuhan, mau Gibran jadi suami saya, sekaligus ayah dari anak-anak saya."

Setelah memarkirkan mobilnya di garasi, Viola masuk ke dalam rumahnya sambil menenteng tas berisi makanan yang tadi di belinya. Saat masuk ke dalam rumah, di ruang tamu sudah terdapat kedua orangtuanya dan orang tua Arkan.

"Sayang, baru pulang ya," Karin menyambut kedatangan anaknya dengan hangat. Wanita itu menuntun Viola untuk ikut duduk di sofa, entah apa yang kedua keluarga itu bicarakan.

"Bagaimana hubungan kamu sama Arkan?" Tari bertanya sambil menggenggam tangan Viola lembut.

"Eh, cincin kamu mana?" Tanya Tari saat tidak melihat cincin di jari Viola, benar-benar bersih, tidak ada perhiasan apapun di tangan Viola.

"Saya dan Arkan udah memutuskan untuk menyudahi pertunangan kita," Viola menunduk tak berani menatap semua orang yang berada disana.

"Kenapa? Kamu ada masalah sama Arkan?" Geral bertanya kepada putrinya, tidak ada nada marah, tidak ada tatapan kecewa di matanya. Ia sungguh menghargai keputusan Viola, anaknya tidak akan senekat itu mengambil keputusan, pasti ada sesuatu yang membuatnya harus mengambil keputusan itu.

ARKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang