Dari awal sampai akhir, murni pemikiran author. Jadi, kalo kalian nemu cerita yang hampir sama, kesamaan itu tidak disengaja. Intinya, jangan nuduh sembarangan dan jangan plagiat.😉😊 Dan kalo alurnya kurang nge-feel, tolong dimaklumi, ya. Authornya masih belajar, hehe.
Selamat membaca😍🤗
Semoga suka😙💞🖤*****>_<*****🖤
Rabu, 16 Oktober 2019
Di lapangan Sma Cahaya Bulan, terlihat murid-murid berkerumun dalam jumlah banyak. Mungkin hampir seluruh murid kelas sepuluh sampai dua belas. Para guru juga nampak berjajar mengerubungi satu siswi yang menunduk seraya memainkan jemari lentiknya. Kepala sekolah datang, lantas menyuruh orang yang berada di lapangan, untuk berbaris rapi, seperti saat tengah berupacara. Tentunya, semua murid menurut, begitu juga guru. Pak kepala sekolah duduk di sebuah kursi yang terbuat dari kayu berukuran cukup besar, berbeda dengan kursi yang setiap hari diduduki oleh murid.
"Mic-nya, tolong!" titahnya kepada guru perempuan yang berdiri di dekatnya.
"Ya, Pak!" Setelah mengangguk paham. Lantas, ia menuruti perintah sang kepala sekolah. Tangannya pun dengan cepat menyerahkan mic berukuran sedang.
Pak Ham. Nama panggilannya saat menjabat menjadi kepala sekolah di Sma ini. Usianya sekitar 35-an. Terbilang cukup muda untuk menjadi seorang kepala sekolah. Wajahnya selalu segar, kulitnya putih, menambah kesan 'tampan' untuk jabatannya sekarang. Dia adalah orang pertama yang membuat para guru perempuan dan murid perempuan, menyukai ketampanannya, juga, gaya berbicaranya yang tidak seperti usianya. Bisa dibilang, gaul. Tapi, hanya ketika jam istirahat.
"Siapa nama kamu? Dan dari kelas mana?" tanya Pak Ham kepada gadis yang duduk di hadapannya dengan jarak sekitar lima meter. Siang ini, matahari memancarkan sinar panasnya.
Dia tidak langsung menjawab. Hal itu, membuat salah satu guru wanita berjalan mendekatinya. Kemudian, menyiku lengannya cukup keras. Memberi kode agar langsung menjawab pertanyaan dari pria yang terlihat bingung tersebut.
Tidak ada pilihan lain, selain mengiyakan suruhan wali kelasnya. "Nama saya, Nadisya Syakila. Saya dari kelas sepuluh Mipa tiga." Nadanya ramah. Hanya tidak menampilkan senyuman sedikitpun, atau menatap wajah Pak Ham.
"Jadi, kamu angkatan baru? Bapak pikir, kamu kelas sebelas atau dua belas," ujar Pak Ham sedikit terkejut.
Nadisya hanya bisa diam.
"Kalian yakin ingin mengeluarkan Nadisya? Dia baru tiga bulan sekolah di sini. Apa itu terlalu kejam?" Pak Ham menatap seluruh murid dengan raut wajah menginginkan jawaban.
"Tidak, Pak. Nadisya harus dikeluarkan. Bapak ingin reputasi sekolah ini menjadi buruk? Lagipula, dia membohongi kita semua. Jadi, untuk apa mempertahankan murid pendosa sepertinya?" Setelah menjawab pertanyaan Pak Ham mewakili semua murid, ia juga bertanya. Hal itu, membuat seorang pria tampan tersenyum sinis mendengar ucapannya.
Pak Ham kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan gadis seangkatan Nadisya, namun akrab dengannya karena sering bertemu dan berbicara. Gadis itu aktif di ekstrakurikuler bahasa inggris, kebetulan, dirinya menyukai bahasa tersebut. Maka dari itu, mereka dekat, seperti wali kelas dan murid.
"Kayla," panggil Pak Ham bingung harus mengatakan apa.
"Apa, Pak? Apa ucapan saya salah?" tanyanya merasa bingung.
Pak Ham menggeleng pelan. Ia pun menghela napas kasar. "Bagaimana jika, pindah ke kiri, kalian setuju Nadisya dikeluarkan, dan pindah ke kanan tidak setuju. Agar Bapak bisa melihat seberapa banyak orang yang ingin Nadisya dikeluarkan. Oke?" Pak Ham membuat keputusan. Dirinya merasa kasihan, namun tidak bisa menolak sesuka hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything is Revealed (TAMAT)
Teen FictionMenceritakan perjuangan seorang gadis delapan belas tahun untuk mencari tau masalah-masalah yang menimpa keluarganya. Namanya Nadisya Syakila, sifatnya berubah seratus persen setelah bertemu dengan pria yang diam-diam mempunyai perasaan kepadanya ta...