Happy reading!
🖤*****>_<*****🖤
"Emangnya kenapa?" tanya Reina bingung. Posisinya ia masih berpelukan dengan Raka.
"Selama enam tahun, kita akan hidup bareng. Jadi, lo harus terbiasa sama gue. Cuma kita berdua yang ada di Jerman nanti, maksudnya kita kan gak kenal orang yang seumuran sama kita. Di sana cuma ada keluarga om gue aja," jawab Raka santai, tapi penuh kasih sayang.
"Gue belum siap. Menurut gue, enam tahun waktu yang lama banget. Gue gak yakin bisa hidup di sana sama lo, gue terbiasa hidup sama ibu gue," sahut Reina lirih. Ia bahkan menghela napas kasar.
"Bohong. Lo pikir gue gak tau? Ibu lo ninggalin lo selama dua tahun. Dan selama itu, lo tinggal sendirian. Cuma ada art doang, iya 'kan?" Raka langsung membalas ucapan Reina, tangannya melepaskan pelukannya dengan gadis yang seketika menundukkan kepalanya tersebut.
Reina bergeming.
"Lo gak akan sendirian lagi. Mulai detik ini, ada gue. Kita hidup bareng selama enam tahun, gue janji bahagian lo, dan anggap lo sebagai adik gue sendiri," ucap Raka membuat Reina seketika menatap wajahnya.
"Anggap? Bukannya gue emang adik lo? Cuman adik tiri," timpal Reina mengerutkan keningnya bingung.
Raka tidak langsung menjawab. Ia malah fokus menatap lurus ke depan, lebih tepat jalanan. Sebentar lagi, mereka sampai di bandara.
"Ka, lo gak bohongin gue, 'kan?" Reina bertanya dengan alis sedikit terangkat.
"Maaf. Ayo pergi," ajak Raka tanpa menatap wajah Reina sedikitpun. Ia menarik tangan gadis yang terlihat kecewa tersebut.
Reina berdehem tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi. Ia hanya bisa pasrah dan menerima ini semua. Lagipula, ingin menolak pun tidak bisa. Raka tidak akan pernah menuruti keinginannya. Reina hanya berharap, kedepannya hidupnya akan lebih baik lagi meski bersama dengan pria yang disukainya. Ada sedikit rasa senang mengetahui jika Raka bukanlah saudara tirinya, lantaran perasaannya tidak jadi dihilangkan.
"Gue akan berusaha suka sama lo, Rei. Kita harus bersama selama enam tahun, terus lakuin dendam kita sama Disya dan Arden," batin Raka seraya menatap wajah Reina yang dari samping. Gadis itu menatap ke arah awan, daripada wajahnya.
*****
Arden menghembuskan napasnya di dinginnya angin malam. Ia seorang diri di depan kamarnya yang jendelanya dibiarkan terbuka. Jam menunjukkan pukul delapan malam. Suasana kesedihan masih dirasakan. Meski kenyataannya dirinya di rumah sendirian. Saat tengah melamun, kedua matanya tidak sengaja melihat Disya yang melambaikan kedua tangannya ke arahnya.
"Disya? Kenapa dia ke sini?" gumam Arden heran. Dengan cepat, kakinya melangkah menuruni puluhan tangga hingga melewati kamar-kamar dan ruang tamu untuk sampai di belakang rumahnya.
"Kenapa lo ada di sini? Harusnya sama Tante Jia, 'kan?" Saat baru sampai, Arden langsung menanyakan itu.
"Tante Jia udah tidur. Mungkin kecapean karena terus nangis," jawab Disya santai seraya duduk di kursi yang berbentuk bulat dan berbahan plastik.
"Terus Tante Sela? Lo datang ke rumahnya gak?" Setelah Reina dimakamkan, Arden langsung pulang ke rumah. Lantaran Jia dan Sela menyuruhnya untuk istirahat.
"Datang. Dia lagi ngobrol sama adiknya," sahut Disya masih menggunakan nada suara yang sama.
"Terus kenapa lo datang ke rumah gue? Harusnya lo istirahat," kata Arden seraya menatap tubuh Disya dari atas sampai bawah. Gadis itu masih mengenakan pakaian hitam dan tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything is Revealed (TAMAT)
Teen FictionMenceritakan perjuangan seorang gadis delapan belas tahun untuk mencari tau masalah-masalah yang menimpa keluarganya. Namanya Nadisya Syakila, sifatnya berubah seratus persen setelah bertemu dengan pria yang diam-diam mempunyai perasaan kepadanya ta...